|
Bandung, Kompas - Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung saat ini tidak sehat, karena terjadi sejumlah kebocoran fisik, dan kerusakan instalasi. Untuk tahun 2004 ini, PDAM hanya mampu memasok air sekitar 50 persen dari target penyediaan air bersih kepada masyarakat. Direktur Utama PDAM Kota Bandung, Maman Budiman, Senin (6/12), mengakui, tingkat kebocoran penyaluran air mencapai 50 persen dari jumlah air yang disalurkan. Menurut dia, dari target pasokan air 1.500 liter per detik setiap hari, PDAM hanya mampu menyalurkan air sekitar 750 liter per detik setiap hari. Kebocoran tersebut, lanjutnya, antara lain disebabkan rusaknya jaringan pipa yang sebagian merupakan jaringan peninggalan pada masa Belanda. "Selain itu, terdapat pencurian air," kata Maman, tanpa merinci jumlah air yang dicuri tersebut. Saat ini, lanjut Maman, jumlah pelanggan PDAM sebanyak 143.000. Dari jumlah itu, sekitar 80 persen di antaranya merupakan pelanggan rumah tangga. Ia mengakui, tidak semua pelanggan dapat terlayani dengan baik, karena pasokan air di sejumlah daerah masih dilakukan secara bergilir. Meski demikian, Maman membantah jika PDAM lebih berorientasi bisnis. PDAM juga memiliki fungsi pelayanan kepada masyarakat. "Kalau kita berorientasi bisnis, sudah tentu kita akan melayani hotel, dan industri-industri lainnya yang secara ekonomis lebih potensial karena tarifnya lebih besar," kata Maman Budiman. Kesulitan air terutama berlangsung di wilayah Bandung timur, dan tengah, akibat debit air yang semakin menipis. Setiap bulan, PDAM menerima sekitar 100-200 pengaduan dari masyarakat yang mengaku tidak mendapatkan pasokan air secara memadai. Menurut Maman, PDAM menggunakan tiga sumber air, yaitu air permukaan, air tanah, dan sumber mata air. Namun, pasokan air tanah saat ini mengalami penurunan sekitar 60 persen dari debit air semula yang berkisar 20-40 liter per detik, menjadi sekitar 5 liter per detik. Air tercemar Ia mengatakan, menipisnya pasokan air tanah, di antaranya disebabkan semakin banyaknya sumur artesis, dan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Maman menambahkan, target pendapatan PDAM pada tahun 2004 sekitar Rp 75 miliar, dan tarif dasar air ditetapkan senilai Rp 500 per liter. Ia mengaku belum berencana untuk menaikan tarif dasar air tersebut. "Kalau masyarakat belum tersuplai oleh PDAM, mungkin mereka akan mencari sumber air pompa," katanya. Direktur Air Kotor PDAM Kota Bandung, Komara Affandi, mengatakan, cakupan layanan air kotor baru terealisasi sekitar 43 persen. Komara mengakui, wilayah Bandung Utara dan Barat belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah, sehingga limbah cair umumnya langsung dialirkan ke Sungai Citepus. Akibatnya, air di Kali Citepus kini tergolong berbahaya, karena mengandung sejumlah elemen logam yang menyebabkan air tidak laik digunakan sebagai air minum. Kepala Bidang Pencegahan dan pengendalian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota Bandung, Ayu Sukenjah mengatakan, terdapat sedikitnya sembilan sungai di Kota Bandung yang telah tercemar limbah berbahaya. Sungai yang telah tercemar tersebut di antaranya Sungai Ciparungpung, Sungai Cibuntu, Sungai Citepus, Sungai Cikakak, Sungai Cibeunying, Sungai Cicadas, dan Cigondewah. Pencemaran tersebut, lanjut Ayu, terutama disebabkan industri tekstil. "Pencemaran ini mengakibatkan air tidak lagi laik untuk diminum," kata Ayu Sukenjah. (LUQ) Post Date : 07 Desember 2004 |