Ketika Warga Dipaksa Berdamai dengan Bencana

Sumber:Kompas - 29 November 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Beberapa tenda besar berdiri di bantaran Banjir Kanal Barat bertuliskan posko evakuasi, dapur umum, juga pelayanan medis. Tenda-tenda itu menandai kesibukan ratusan relawan dalam latihan dan simulasi menghadapi banjir, Selasa (27/11) pagi di Kelurahan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Relawan dari Palang Merah Indonesia, satuan polisi pamong praja, dan dari tingkat RT hingga kecamatan sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka berlatih mengevakuasi korban banjir dan kebakaran di tengah aliran air Banjir Kanal Barat (BKB).

Isma (48) dan Yati (45), warga RT 07 RW 03 Petamburan, asyik menonton latihan antisipasi banjir di BKB itu. Anak balita lucu di gendongan Yati terhenti tangisnya karena tontonan itu.

"Lumayan juga nonton sambil mengasuh cucu. Para relawan tampak sigap dan meyakinkan. Akan tetapi, saya ragu hal serupa dapat dilakukan saat banjir dan kebakaran benar-benar terjadi nanti. Karena, selama ini RT 07 yang paling parah terkena banjir nyaris tidak pernah tersentuh relawan," kata Yati.

Bahkan, lanjutnya, bantuan dana bagi korban banjir Februari 2007 justru disunat. Kalau seharusnya setiap kepala keluarga mendapat Rp 125.000, ternyata sampai ke tangan korban hanya Rp 100.000-Rp 115.000. Bayangkan saja, berapa banyak uang yang dikorupsikan dari hasil penyunatan Rp 10.000 dikalikan dengan 3.500 orang korban banjir.

Menurut Isma dan suaminya, Muhamin (53), setiap hujan deras mengguyur Petamburan, RT 07 dan RT 16 terendam air setinggi betis hingga pinggang. Saat puncak musim hujan, genangan air mencapai 2-3 meter. Lantai dua dan atap rumah di kedua RT yang berbatasan langsung dengan BKB itu hilang tertelan air. Kondisi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun.

"Rumah dan perabot selalu rusak setelah terendam banjir. Kami juga jadi sakit-sakitan selama satu bulan sesudah banjir. Warga kena diare, demam berdarah, juga penyakit kencing tikus," kata Maharani (49), warga Petamburan.

Februari 2007, sekitar 2.000 dari total 3.500 orang korban di Petamburan terpaksa berada di pengungsian hingga sepekan pascabanjir karena rumah mereka terendam lumpur pekat. Kala itu, tujuh dari 11 RW di Petamburan terendam air limpahan BKB.

Angka pasien diare, demam berdarah, dan leptospirosis (penyakit kencing tikus) di kawasan ini tergolong paling tinggi se-Jakarta Pusat. Sedikitnya, tiga orang meninggal akibat leptospirosis dan ratusan di antaranya merasakan gejala serta terjangkit ringan selama hampir satu bulan. Lahir dan tumbuh dewasa di kawasan padat penduduk Petamburan disesali sekaligus disyukuri sebagian besar warga di kawasan tersebut.

Petamburan berada di jantung Ibu Kota, sungguh tepat dan ekonomis bagi sebagian besar warganya yang bekerja di sektor informal. Mereka antara lain bekerja sebagai montir, pengemudi bajaj, tukang ojek, penjahit, tukang cuci, dan pelayan toko atau mal. Pendatang pun turut menyesaki kawasan ini dan tinggal di bilik-bilik mungil berdinding tripleks.

Hengkang dari kawasan ini demi menghindari banjir yang datang pada saat-saat tertentu saja dalam satu tahun berarti dengan sadar menambah ongkos transportasi menuju tempat kerja sepanjang sisa hidup. Ini amat memberatkan warga kelas ekonomi menengah ke bawah itu.

"Dulu mereka sempat akan digusur. Namun, kini Pemerintah Kota Jakarta Pusat berembuk dengan warga untuk membicarakan solusi terbaik. Ada wacana membuat rumah susun," kata Wali Kota Jakarta Pusat Muhayat.

Menurut Muhayat, saat ini sudah dirintis pertemuan antara perwakilan warga, tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, ataupun dewan kelurahan. Pertemuan digelar demi menggali keinginan dan kebutuhan masyarakat. Jika rumah susun (rusun) disepakati sebagai jalan keluar terbaik, proyek pembangunan baru akan digulirkan. Hak warga diakomodasi dalam bentuk hak milik atas unit-unit rusun.

"Rusun boleh juga asal ada kejelasan ganti rugi atas tanah yang kami beli dan rumah yang kami bangun. Kami warga resmi Jakarta dan tidak menyerobot tanah. Namun, jika rencananya rusun juga didirikan di sekitar BKB, apa tidak kena banjir? Sesungguhnya yang kami perlukan saat ini, pemerintah mengantisipasi banjir, meninggikan tanggul BKB dan menyelesaikan masalah banjir hingga akarnya. Jangan asal gusur atau memindahkah kami ke rusun," kata Isma. Neli triana



Post Date : 29 November 2007