Ketika Pasien Terkepung Banjir...

Sumber:Kompas - 21 April 2006
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Malam semakin larut. Hujan deras mengguyur pusat kota Trenggalek, Jawa Timur, tiada henti. Affandi (36) yang sedang menunggu keluarganya di Rumah Sakit Umum Trenggalek, Rabu (19/4) malam, tidak menaruh kecurigaan apa-apa.

Namun, perlahan-lahan air mulai menggenangi halaman rumah sakit. Tak lama kemudian, air masuk ruang perawatan rumah sakit yang terletak di tengah kota tersebut.

Pasien dan keluarganya mulai panik. Pasien pun dinaikkan ke lantai dua rumah sakit itu. Infus dan berbagai peralatan rumah sakit diselamatkan sebisa mungkin dari genangan air.

Di lantai dua, karena tempat tidur sangat terbatas, pasien harus rela dibaringkan di atas tikar. "Tidak ada pilihan lain. Meninggalkan rumah sakit pun tidak mungkin karena sekelilingnya digenangi air," kata Affandi.

Banjir pun semakin lama semakin tinggi. Ruangan rumah sakit akhirnya terendam air setinggi sekitar satu meter. Adapun di luar rumah sakit, ketinggian air mencapai sekitar 2 meter.

Kepanikan pasien dan keluarganya semakin bertambah karena di sekitarnya listrik tiba-tiba mati sehingga suasana sekeliling gelap gulita. Saluran telepon pun terputus. Rupanya di luar rumah sakit, ketinggian air mencapai 2 meter, bahkan ada yang mencapai 5 meter.

Penggundulan hutan

Banjir di Kabupaten Trenggalek ini diawali dengan meluapnya Sungai Ngasinan yang membelah kota Trenggalek.

Seiring dengan turunnya hujan, beberapa kecamatan pun perlahan-lahan terendam, antara lain Kecamatan Kota, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Durenan, Kecamatan Gandusari, Kecamatan Tugu, dan Kecamatan Karangan. Kawasan di tengah kota itu langsung berubah menjadi semacam danau raksasa.

Pusat kota Trenggalek sendiri menjadi bagian yang paling parah karena di sana terdapat pertemuan sungai di wilayah Nglongsor, Kecamatan Tugu, dengan sungai di wilayah Ngares, Kecamatan Bendungan.

Wilayah pegunungan seperti Kecamatan Bendungan pun tak lepas dari bencana. Hujan deras menyebabkan di beberapa lokasi terjadi longsor, yaitu di Desa Sengon, Desa Sumurup, dan Desa Dompyong. Di Kecamatan Bendungan ini dipastikan 13 korban meninggal akibat tertimbun longsoran.

Humas Pemerintah Kabupaten Trenggalek Djoko Setiono menuturkan, salah satu sebab parahnya bencana kali ini adalah penggundulan hutan yang luar biasa. "Sejak era reformasi, eforia publik terhadap hak rakyat sangat besar, termasuk menebangi pepohonan di hutan," tuturnya.

Lahan kritis meningkat

Lahan kritis sejak 1999 hingga 2004 di Trenggalek terus meningkat. Jika akhir tahun 1990-an luasan lahan kritis mencapai sekitar 1.677 hektar (ha), maka pada akhir 2004 tercatat 2.383 ha. Dalam jangka waktu sekitar lima tahun, penambahan luasan lahan kritis mencapai sekitar 700 harata-rata 140 ha setahun.

Penadah kayu hasil penggundulan hutan di Trenggalek sudah tertangkap dan bahkan baru divonis 13 April lalu. Terdakwa kasus pembalakan liar berinisial ES ini hanya divonis 3,5 bulan di Pengadilan Negeri Surabaya dalam pengadilan dengan Ketua Majelis Hakim Amir Maddi.

Kepala Seksi Humas Perum Perhutani Unit II Jatim Murgunadi mengatakan, terdakwa jelas-jelas tertangkap menyimpan kayu ilegal dengan barang bukti 1.382 batang kayu pinus olahan hasil tebangan di perbukitan Kabupaten Trenggalek.

Namun, bukan dia yang secara langsung melakukan penebangan. Masyarakat juga mempunyai andil karena merekalah yang melakukan penebangan hutan.

Kini dampak perusakan lingkungan tersebut dirasakan semua pihak, termasuk masyarakat yang tak berdosa. Sedikitnya 16 orang meninggal dunia karena banjir dan tanah longsor. Belum lagi kerugian akibat rumah dan persawahan yang terendam serta aktivitas ekonomi yang lumpuh. Inilah banjir terhebat yang pernah melanda Trenggalek, salah satu kabupaten termiskin di Jatim.

Warga Trenggalek tidak menyangka banjir bandang bisa melanda wilayah mereka. Sebab, selain sebagian besar wilayah itu berupa pegunungan, tak ada sungai besar yang mengalir di kabupaten. Mereka terheran-heran saat banjir bandang menyapu.

"Saya sudah 25 tahun tinggal di desa ini. Baru kali ini ada banjir sebesar sekarang ini," kata Tumisah (49), warga Desa Nglongsor, Tugu, sekitar lima kilometer di sebelah barat kota Trenggalek. Ia menuturkan, air merendam rumahnya sebatas lutut orang dewasa.

Banjir itu datang sekitar pukul 24.00 ketika warga sedang lelap tidur. Sejak pagi hingga malam hujan turun begitu deras bagaikan tercurah dari langit. Meski begitu, banjir sama sekali di luar perkiraan mereka sehingga mereka tidak sempat menyelamatkan perabotan rumahnya. Warga mengungsi ke rumah yang berlantai dua.

Kepanikan tidak hanya melanda warga di wilayah yang terendam air. Di Desa Dermosari, Tugu, yang berjarak 11 kilometer di sebelah barat kota Trenggalek dan tidak terkena banjir, malam itu warganya membunyikan kentungan bertalu-talu. "Hujan deras sejak dua hari lalu seperti diperas dari langit," tutur Nur Aini (18), warga Dermosari.

Pagi harinya, siswa kelas III Sekolah Menengah Atas I Trenggalek itu masih mencoba pergi ke sekolah dengan sepeda motor karena harus mengikuti ujian. Namun, kurang empat kilometer dari kota, ia sudah tidak bisa lewat.

"Air di jalan setinggi lutut orang dewasa. Ada rumah di dekat Sungai Prambon tinggal terlihat atap. Beberapa pagar roboh. Teman yang sudah sampai sekolah lewat HP bilang, tinggi air sudah satu meter," katanya.

Selama satu hari kemarin, Trenggalek benar-benar lumpuh. Tidak hanya rumah sakit dan sekolah-sekolah yang terendam, semua sarana telepon mati. Telepon seluler pun tidak normal. Meski sesekali bisa dihubungi, masih sering terputus.

Jalur transportasi antarkota, seperti jurusan Trenggalek-Ponorogo, terputus. Menurut Nur Aini, seharian itu tak satu pun bus jurusan Trenggalek-Ponorogo melintas di depan rumahnya. Itu karena di sekitar Nglinggis, desa perbatasan dengan Ponorogo, banyak jalan tertutup longsoran tanah dan batu.

"Sepeda motor saja tidak berani. Kata orang, batu yang longsor ke jalan besarnya serumah. Itu pun masih ada yang seperti tergantung di atas jalan," ujar Nur Aini.

Mujiono (55), guru Sekolah Dasar Negeri Pucanganak III, menduga, banjir bandang yang melanda Trenggalek itu disebabkan oleh rusaknya hutan-hutan di kawasan tersebut. (Dahlia Irawati/ MH SAMsul Hadi) Laksana Agung Saputra

Post Date : 21 April 2006