|
Beberapa becak parkir berderet di Jalan Andanwangi, tepatnya di dekat Telaga Bandung di depan Masjid Al Azhar, Lamongan. Kalau biasanya mengangkut penumpang, saat itu becak-becak tersebut mengangkut jeriken. Setiap becak rata-rata mengangkut 10 jeriken. Sementara itu, para abang becak itu mengambil jeriken-jeriken kosong dari becak masing-masing dan membawanya ke Telaga Bandung, untuk diisi air. Begitulah suasana di Telaga Bandung sejak sekitar sebulan terakhir. Banyak warga seperti beradu cepat untuk mendapatkan air dari telaga itu. Mereka tak hanya naik becak, tetapi juga banyak yang memakai motor, bahkan mobil bak terbuka. "Dalam sehari, saya bisa sampai 15 kali pulang pergi untuk mengambil air di sini. Kalau dalam sebulan ini tidak hujan, saya tidak tahu lagi, apa yang terjadi," kata Rofiq, salah satu abang becak yang mengaku sebagai warga Desa Jotosanur, Kecamatan Tikung. Pengakuan Rofiq mengindikasikan terjadinya krisis air di Lamongan. Sebab, rumah Rofiq sekitar 3 km dari lokasi Telaga Bandung. "Hampir semua orang di desa saya mengambil air di sini (Telaga Bandung, Red)," katanya. Dia mengaku terpaksa mengambil air di tempat sejauh itu karena sebagian besar sumber air di desanya telah mengering. "Biasanya, untuk kebutuhan sehari-hari warga di desa saya mengambil air di telaga yang ada di desa saya. Tapi, lantaran telaga itu saat ini kering kerontang, kami harus mencari air ke sini (Telaga Bandung)," lanjutnya. Masih menurut Rofiq, bagi warga yang tergolong punya duit, air dari telaga yang berada di lingkungan Bandung, Desa Sukomulyo tersebut hanya untuk kebutuhan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Sebab, mereka mampu membeli air minum dalam kemasan atau isi ulang untuk kebutuhan minum dan memasak. "Tapi yang tidak mampu seperti saya, air dari Telaga Bandung ini selain untuk MCK juga untuk minum, meski kondisinya seperti ini (tidak jernih)," katanya. Menurut Ketua RT 01/RW 04 Lingkungan Bandung Samsudin, orang yang mengambil air di Telaga Bandung tidak hanya dari Kecamatan Tikung yang bertetangga dengan Kecamatan Kota Lamongan, tetapi juga ada yang berasal dari Kecamatan Kembangbau. Padahal, jarak wilayah kecamatan itu dari Kota Lamongan sekitar 10 km. "Pengambilan air di telaga ini puncaknya sekitar pukul 15.00 hingga isya, setiap hari," katanya. Menurut seorang warga Desa Lopang, Kecamatan Kembangbau, Karsan, di wilayahnya saat ini benar-benar krisis air. "Waduk Lopang yang menjadi tumpuan warga untuk mendapatkan air, saat ini airnya sudah habis. Memang, kadang masih keluar airnya, tapi sejak pukul 03.00 dini hari sudah menjadi rebutan warga, sehingga belum sampai terbit fajar sudah habis," katanya. (FEBRIANTO) Post Date : 07 November 2006 |