Ketika Gubernur Fauzi Bowo Ditantang Banjir

Sumber:Kompas - 14 Desember 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor memprediksikan bahwa cuaca ekstrem dengan curah hujan yang sangat tinggi, bahkan disertai angin kencang dan petir masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek dalam beberapa bulan ke depan.

Menurut Ketua Kelompok Data dan Analisis Stasiun Klimatologi Bogor Hendri Antoro, di Bogor, Kamis (1/11/2007), cuaca ekstrem dengan curah hujan yang tinggi di wilayah Bogor dan Puncak diprediksikan akan terjadi pada bulan ini sampai pertengahan Februari 2008. Kondisi cuaca yang demikian pasti akan berdampak terjadinya banjir bandang (kiriman) dari Bogor ke Jakarta.

Setelah Fauzi Bowo terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, maka orang nomor satu di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI ini tentu banyak pekerjaan rumah untuk membenahi ibu kota negara. Kita percaya, dalam Program 100 Hari, Gubernur Fauzi telah memasukkan penanggulangan banjir Jakarta ke dalam skala prioritas utama.

Jika banjir Jakarta yang akan datang ternyata lebih besar atau sama besarnya dengan tahun lalu, berarti menjadi kado terburuk pada awal jabatan Gubernur Fauzi. Masalahnya, sejauh ini perbaikan dan pembangunan saluran air di permukiman kumuh Jakarta belum sempat dilakukan karena terhambat administrasi anggaran. Pekerjaan yang seharusnya sudah dimulai, kini masih tertunda.

Paradigma pembangunan mengacu pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, harus dilakukan pendekatan ekosistem dalam pola pembangunan berkelanjutan yang berdimensi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Fakta menunjukkan bahwa pengembangan tata guna lahan yang mengabaikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan ruang terbuka hijau (RTH) di DKI berdampak negatif, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah.

Namun, selama ini tak ada tindakan tegas kepada para pemodal maupun pengembang yang nyatanyata telah melanggar kesepakatan nasional/wilayah yang mengatur tata guna lahan. Ada kesan bahwa pihak pengambil keputusan di DKI Jakarta telah main mata dengan para pemilik modal besar. Oleh sebab itu, Gubernur Fauzi Bowo harus mampu menindak tegas mereka.

Memoles sungai

Banyak ibu kota negara di berbagai belahan dunia yang mampu memelihara dan mempercantik sungai-sungainya. Sebutlah Paris yang membanggakan wisata Sungai Seine, London dengan Sungai Thames, Amsterdam dengan Sungai Amstel. Di Asia, misalnya, Sungai Sumida di Tokyo, atau Sungai Han di kota Seoul yang sangat mengesankan.

Bagaimana ibu kota Republik Indonesia bisa membanggakan sungai-sungainya? Padahal, Tuhan sudah sangat bermurah hati menghadiahkan tidak kurang dari 13 sungai yang mengaliri wilayahnya.

Kita harapkan Gubernur Fauzi memiliki visi yang memadai bagaimana mengelola sungai-sungai yang mengaliri DKI Jakarta. Pemprov DKI selama ini mengupayakan agar para wisatawan dapat dijauhkan dari sungai-sungai di Ibu Kota yang kebanyakan menjadi daerah kumuh.

Main mata para pengambil keputusan dengan para pemilik modal dalam melanggar RTRW dan RTH telah menghilangkan daya resap air. Begitu musim hujan datang, segera disusul banjir di wilayah-wilayah yang bersangkutan. Sementara itu, pada musim kemarau sungai-sungai berubah menjadi penampung limbah panjang yang mengancam kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Keseimbangan dan dimensi alamiah sungai menjadi rusak berat akibat keserakahan manusia. Dimensi sungai yang telah diatur undang-undang banyak yang dilanggar. Sungai-sungai dipersempit, ditutup, atau dialihkan. Akibatnya banjir besar semakin akrab di Jakarta.

Proyek pembuatan kanal banjir atau dikenal dengan BKT memang kita harapkan banyak membantu penanganan masalah banjir Jakarta. Akan tetapi, yang lebih urgen, kita carikan tempat baru bagi air yang habitatnya telah dirampas. Kita tahu bahwa 40 persen wilayah DKI berada di bawah permukaan air laut. Daerah-daerah itu harus diklasifikasikan sebagai habitat air.

Kebanyakan rawa sudah menjadi kawasan usaha dan hunian. Oleh sebab itu, kita harus mencari teknologi pelimpasan air hujan ke tempat yang baru. Tanpa upaya seperti itu, terutama dari pemerintah, maka air hujan akan mencari jalannya sendiri. Akibatnya daerah-daerah yang semula bebas banjir, tiba-tiba tertimpa banjir besar. Tidak terkecuali daerah-daerah permukiman elite.

Perubahan dimensi sungai mengakibatkan airnya meluap dan tidak lagi tertampung dalam palung dan bantarannya. Akibatnya banyak warga masyarakat yang tidak bersalah ikut menanggung akibat dari bencana banjir, apalagi dimensi sungai yang menyempit itu juga harus menampung tambahan air dari wilayah RTH yang sudah berubah fungsi.

Program normalisasi sungai yang dijadikan paradigma pengendalian sungai harus direformasi. Artinya, normalisasi sungai niscaya diterjemahkan sebagai upaya untuk mengembalikan dimensi alamiahnya.

Kebijakan terpadu

Implikasinya, penyelamatan sungai di DKI membutuhkan penataan tata ruang yang terpadu antara Jakarta dan daerah penyangganya. Menurut hemat penulis, pemerintah perlu menyiapkan peraturan presiden tentang tata ruang di wilayah Jabodetabek dan Cianjur.

Tanah Air kita yang rawan banjir mengharuskan kita membangun dengan mengindahkan keutuhan fungsi ekosistem. Kenyataan inilah yang melahirkan Undang-Undang Tentang Tata Ruang (1992), yang bernapaskan pembangunan berwawasan lingkungan.

Sehubungan tuntutan keadaan lingkungan yang semakin kompleks, maka pihak Departemen Pekerjaan Umum ikut memprakarsai reformasi undang-undang tentang tata ruang yang kita harapkan segera selesai penggodokannya di DPR.

Salah satu tugas mendesak Gubernur Fauzi adalah menertibkan daerah sempadan sungai di Jakarta seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Sungai (1991). Garis sempadan sungai perlu segera ditentukan. Jika RUU Tata Ruang berpihak terhadap rakyat, maka semua bangunan yang berdiri di atasnya harus ditata ulang. Kalau perlu dibongkar semua, meskipun bangunannya telah menjadi milik pemodal besar. Sebab itu, jangan hanya menyalahkan para penghuni bantaran dan palung sungai yang umumnya masyarakat miskin.

Suparmono Konsultan Manajemen Sumber Daya Air, Mantan Direktur Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum



Post Date : 14 Desember 2007