Ketika Bojonegoro Menjadi Bengawan

Sumber:Kompas - 03 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Dalam lima hari ini, Kota Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi seperti sungai besar atau bengawan. Penduduknya terisolasi karena jalan- jalan utama di kota, seperti Jalan MH Thamrin, Dr Sutomo, Panglima Polim, Basuki Rahmat, WR Soepratman, Panglima Sudirman, dan Jalan Diponegoro terendam air.

Selain jalur transportasi terputus, aliran listrik yang terputus menyebabkan jalur informasi dan komunikasi dengan pihak luar terputus. Warga yang biasa hidup nyaman, tidak pernah kebanjiran, kini harus kembali hidup seperti di pucuk gunung. Tidak bisa menonton televisi, dan tinggal dalam kegelapan. Hanya ada lilin untuk penerangan. Ke mana-mana harus menempuh genangan banjir.

Komunikasi dengan kerabat pun terputus, karena jaringan telepon rumah tidak bisa digunakan. Sedangkan telepon seluler tidak ada sinyal. Hanya nomor dari dua operator tertentu yang bisa beroperasi. Banyak orang berburu nomor perdananya sehingga persediaan di kios-kios segera ludes.

Mengisi ulang baterai telepon genggam bukan perkara mudah. Untunglah, di wilayah yang masih ada aliran listriknya, seperti di Jalan KH Mansyur, ada jasa isi ulang baterai. Ongkosnya Rp 3.000 untuk mengisi baterai sampai penuh.

Air begitu cepat merendam Kota Bojonegoro. Banyak warga yang terjebak di rumah. Mereka umumnya bertahan di lantai dua rumahnya dengan fasilitas seadanya.

Wakil Bupati Bojonegoro M Thalhah, yang terlihat kurang sehat, juga bertahan di lantai dua rumahnya yang hingga Rabu (2/1) masih terendam air setinggi leher orang dewasa. "Saya hanya sempat menyelamatkan beberapa buku. Air naik sangat cepat," kata Thalhah, yang juga Rektor Universitas Bojonegoro.

Dia memilih tidak mengungsi dan merelakan rumahnya yang lain di Jalan Gajahmada yang belum tergenang air untuk menampung pengungsi.

Ada yang untung

Banjir tak hanya merepotkan warga. Ada pula yang berusaha mendapat keuntungan darinya. Becak yang diandalkan untuk menembus banjir ongkosnya melambung. Jika di saat normal ongkos becak Rp 5.000, sekarang menjadi Rp 35.000-Rp 50.000.

Ada pula yang menyewakan perahu karet atau rakit batang pisang. Untuk mengangkut empat orang dan barang sejauh 500 meter ongkosnya Rp 100.000.

Kota Bojonegoro benar-benar lumpuh. Begitu juga pelayanan publik. Pada hari Senin (31/12), di Kantor Pemkab Bojonegoro hanya ada Bupati Bojonegoro M Santoso, Sekretaris Kabupaten Bambang Santoso, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Adi Tjandra. Ketiga pejabat itu sibuk mengurus evakuasi warga dan distribusi bantuan lewat udara.

Rumah sakit pun kekurangan tenaga karena sejumlah staf rumahnya kebanjiran. RS juga tak luput dari banjir. Pasien terpaksa dipindahkan ke lorong karena ruang perawatan terendam air.

Hari Rabu, kondisi berangsur-angsur normal. Air di sejumlah jalan mulai surut. Sejumlah warga yang rumahnya sudah tidak tergenang air mulai membersihkan lumpur. Hal yang sama terlihat di sejumlah kantor instansi. "Wah capek, lumpurnya tebal," kata Yono (23), warga Jalan Untung Suropati.

Namun, kesulitan warga belum selesai. Harga bahan makanan terus meroket. Daging sapi harganya naik dari Rp 42.000 per kilogram jadi Rp 46.000 per kg. Harga kubis dari Rp 4.000 per kg jadi Rp 6.000 per kg. Tempe yang semula Rp 2.000 naik menjadi Rp 4.000. Mi instan naik dari Rp 1.500 per bungkus menjadi Rp 2.000.

Banjir agaknya mengingatkan kita untuk mampu mensyukuri hidup kita sehari-hari.(Adi Sucipto Kisswara)



Post Date : 03 Januari 2008