Ketika ayam-ayam di dalam kandang kokoh yang tidak jauh dari permukiman mulai terlelap dalam pekatnya malam pada Kamis (5/11), sejumlah ibu warga Dusun Sumbul, Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, justru dengan semangat bangkit dari istirahat.
Ibu-ibu setengah baya di sana mulai mendatangi dua lokasi tempat air mengalir melalui selang.
Air tersebut, menurut mereka, berasal dari peternakan ayam yang berjarak tidak jauh dari permukiman warga yang terdekat dari Gunung Arjuno tersebut. Daerah yang berjarak sekitar 7 kilometer arah utara pusat Kota Malang itu berada di ketinggian lereng Gunung Arjuno.
"Setiap malam, kalau airnya mengalir, warga sini antre air di sini. Ini saja paling-paling sebentar lagi airnya kecil dan habis," tutur Rukyati (60), warga yang turut antre malam itu.
Mereka antre pada malam hari karena saat itu ayam-ayam peternakan sudah tidur, tidak banyak butuh makan dan minum, serta kandangnya tidak butuh dibersihkan. Maka, air dari peternakan bisa dialirkan ke luar. Mengalirnya air cuma-cuma ini jarang terjadi pada siang hari.
Pengelola peternakan mengeluarkan air pada malam hari mungkin juga untuk menjaga sirkulasi air di peternakan agar selalu bersih setiap hari. Dengan demikian, ayam-ayam peternakan tersebut tumbuh sehat. Kalau ayam-ayam itu sakit, pengusahanya tentu merugi.
Menurut Rukyati, air yang secara cuma-cuma diberikan pengusaha peternakan ayam itu pun tidak selamanya mengalir. "Kadang kalau ayamnya masih anakan, air tidak mengalir sama sekali. Air habis untuk anak ayam itu. Ini saja air mengalir mungkin karena ayamnya sudah tidak butuh air," ujarnya.
Suara Rukyati datar-datar saja, tetapi serasa gelegar petir dalam lubuk sanubari. Saudara-saudaraku ini bergantung pada air dari sisa- sisa kebutuhan ayam. Apalagi ibu-ibu renta tersebut dengan baju seadanya, bertutup handuk, jongkok menunggu penuhnya jeriken-jeriken mereka.
"Ini sudah lumayan karena pengusahanya baik mau membagi air kepada kami. Kalau tidak, kami harus memanggul air dari sumber yang jalannya cukup sulit," kata Timah (33), warga yang turut antre malam itu.
Langganan
Curah atau sumber air terdekat sebenarnya berjarak hanya 500 meter dari permukiman warga. Namun karena lokasinya menurun, warga merasakan jaraknya seperti menempuh jalan sepanjang 2 kilometer.
Seperti daerah-daerah berkontur serupa, dusun tersebut juga kesulitan air. Warga mengaku biaya mengebor sumur cukup besar. Dana swadaya warga sekitar, yang rata-rata hanya petani, dipastikan tidak akan cukup membangun instalasi air bersih sendirian. Pembangunan sumur gali biasa pun butuh kedalaman puluhan meter dan tentu memakan dana cukup besar.
Lebih dari 150 keluarga di dusun tersebut memanfaatkan air dari peternakan ini. Mereka adalah warga RT 6, RT 7, dan RT 8, RW 8, Dusun Sumbul. Kondisi kesulitan air bersih ini sudah menjadi langganan mereka selama bertahun-tahun. Dahlia Irawati
Post Date : 09 November 2009
|