|
JAKARTA, KOMPAS.com - Melintasi sejumlah kawasan pemukiman di wilayah Jakarta Pusat tiga hari belakangan ini, mata kita diakrabkan dengan pemandangan warga yang sedang menenteng, menarik atau memikul wadah air. Berbagai wadah dimanfaatkan, mulai dari ember dalam berbagai ukuran, jerigen, galon, tempayan, hingga sekadar kaleng. Berbagai sarana ikut diberdayakan, mulai dari pikulan, gerobak, troli, hingga sepeda motor dan mobil. "Sekarang, setiap tetes air sangat berharga. Apa saja yang bisa menampung air pasti kami manfaatkan," kata Edy, warga Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, kepada Kompas.com, Sabtu (3/9/2011). Bersama warga lainnya, ia mengantri air dari sumber air tanah yang dialirkan ke poskamling RT 08/RW 07 Petojo Selatan. Sumber air itu dialirkan ke wadah milik warga dari dari sebuah selang berukuran kecil. "Antrinya bisa sampai dini hari. Bayangkan aja, warga dua-tiga RW, mungkin lebih, ngambil airnya dari sini," jelas Edy tentang situasi warga yang berdiam di sekitar Kantor Walikota Jakpus itu. Praktis, sepanjang hari Poskamling itu tak pernah terlihat sepi. Gerombolan manusia, mulai dari anak-anak hingga warga lanjut usia, laki-laki dan perempuan, selalu terlihat berjejer dengan sabar menanti giliran mendapatkan air. Tapi, tak semua kebutuhan dapat dipenuhi dari sumber air tersebut. Warga RW 08 Petojo Selatan memilih mengumpulkan uang untuk mendatangkan mobil tangki yang mendistribusikan air pegunungan, supaya memenuhi kebutuhan konsumsi. "Air dari Poskamling RW sebelah (RW 07) hanya untuk MCK. Untuk makan-minum kami tetap beli," kata Agus, Ketua RT 05/RW 08. Sebab itu, warganya memilih mengumpulkan uang guna mendatangkan mobil tangki. "Satu tangki antara Rp 300 - 400 ribu," sambung Agus. Pengeluaran lebih terpaksa disisihkan Afon, warga Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dengan menggunakan mobil berjenis pick-up, ia terlihat mengisi belasan galon miliknya di sebuah depot air isi ulang. "Semuanya dari sini. Untuk makan, minum, cuci piring, pakaian, mandi, pokoknya semua kebutuhan," jelas Afon. Untuk warga dari kalangan cukup mapan, sebagaimana Afon, pembelian air seharga Rp 4.000 per galon bisa jadi tidak terlalu memberatkan. "Tapi kalau beli puluhan galon setiap hari selama beberapa hari, kita jadi mikir-mikir juga," keluhnya. Jajay, warga RW 04 Kampung Bali memilih membatasi pemanfaatan air untuk kebutuhan yang tidak terlalu mendesak. "Kalau saya, cuma kurangi mandi jadi sekali. Air yang dipakai mandi juga cuma setengah ember," katanya sambil tersenyum. Menurutnya, ada banyak hal lain yang lebih penting untuk pemanfaatan air. Dengan macetnya pasokan air PAM dalam tiga hari terakhir, warga terpaksa memanfaatkan kembali sebuah sumur tua yang sudah puluhan tahun tidak dimanfaatkan. "Sumurnya dibongkar lagi biar bisa dipakai," kata Jajay. Tak seberapa jauh dari tempat Jajay, warga RW 09 dan 10 berkumpul di dekat Masjid Al Musyawaroh, gang 12 Kampung Bali untuk mengantri air. "Air dialirkan dari sebuah jet pam milik warga yang mau berbagi," kata Joko, warga RW 09. Melalui beberapa sambungan selang yang panjangnya sekitar 80 meter, air itu dialirkan ke samping masjid, di mana arealnya cukup luas untuk menampung warga yang mengantri. "Sudah tiga hari seperti ini. Anak-anak juga diajak untuk membawa air di jerigen," kata Joko. Ia menuturkan, berdasarkan kebutuhan keluarganya, ia memperkirakan kebutuhan air per kepala keluarga berkisar antara 100 - 200 liter. "Itupun sudah ngirit," tambahnya. Besarnya kebutuhan itu mengakibatkan sebagian warga memilih membeli air dari depot pengisian ulang maupun dengan mendatangkan mobil tangki pengisian air. Kebutuhan air juga dirasakan warga Kebon Melati, Tanah Abang. Ali, salah seorang warga RT 01/RW 03 menuturkan, warga sekitar tidak memiliki opsi lain kecuali membeli air lantaran tidak terdapatnya sumur atau sumber air tanah lainnya di wilayah itu. "Kalau pagi biasanya ada penjual air gerobakan yang lewat sini. Kita beli dari situ aja," kata Ali. Sebagian warga Jakarta Pusat dalam tiga hari terakhir memang mengalami kesulitan air, sejak terganggunya pasokan air PAM yang dikelola PT Palyja. Masalah timbul akibat jebolnya pintu air Buaran, Jakarta Timur, pada Kamis (1/9/2011). Alhasil, pasokan air PAM yang bersumber utama dari Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, pun terganggu. Air bagi warga Jakpus saat ini begitu berharga. Seluruh sumber daya, manusia maupun sarana diberdayakan untuk memperoleh air. Tidak hanya itu, waktu dan uang pun digunakan untuk memperoleh salah satu kebutuhan vital manusia itu. IMANUEL MORE GHALE Post Date : 05 September 2011 |