Ketidakseimbangan Kontrak Konsesi Air Jakarta

Sumber:Suara Pembaruan - 21 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

Sebuah perjanjian kerja sama sebaiknya dapat menjamin secara adil kepentingan kedua belah pihak. Sehingga kerja sama dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan memberi keuntungan kepada pihak-pihak yang terikat dalam kerja sama tersebut. 

Sayangnya, hal ini sama sekali tidak terjadi dalam perjanjian kontrak kerja sama antara Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) dan dua operator pelaksana yang mendapat hak konsesi tunggal pengelolaan air bersih di Jakarta.

Kontrak yang ditandatangani pada awal Juni tahun 1997 secara berlebihan memberi perlindungan kepada dua pihak swasta pemegang hak tunggal konsesi layanan air bersih yaitu PT Thames Pam Jaya (PT Aetra) dan PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja). Sementara itu, kepentingan konsumen yang dalam hal ini diwakili oleh Pam Jaya sangat tidak diperhatikan.

Beberapa contoh mengenai proteksi optimal terhadap kepentingan swasta adalah dalam hal adanya jaminan internal rate of return (IRR) yang jauh melebihi kelaziman dalam dunia industri. Dimana dalam kerja sama ini swasta mendapat jaminan IRR sebesar 22 persen. IRR adalah persentase kalkulasi keuntungan per tahun dibandingkan investasi. Menurut Longman Business English Dictionary, IRR rata-rata di dunia industri adalah 6,6 persen.

IRR sebesar ini memang sangat menarik bagi para investor sehingga tidak mengherankan saat tahun lalu Thames Water International berniat menjual saham yang mereka miliki di TPJ, cukup banyak investor baik dalam dan luar negeri yang berebut membeli saham tersebut. Bahkan salah satu petinggi Acuatico - perusahaan yang akhirnya menjadi pemilik baru di TPJ - dalam salah satu pernyataannya secara jelas menyatakan bahwa yang membuat mereka tertarik menjadi pemilik baru TPJ adalah adanya jaminan IRR yang 22 persen yang dinyatakan secara jelas dalam kontrak kerja sama.

Kepemilikan Swasta

Hal lain yang secara tegas dalam perjanjian kerja sama tersebut yang mengatur agar kepentingan swasta dinomorsatukan adalah klausul mengenai terminasi atau pengakhiran kerja sama. Dalam klausul 42 Perjanjian Kerja Sama tentang Penyediaan dan Peningkatan Pelayanan Air Bersih yang diperbarui sejak tahun 2001 disebutkan, ada beberapa jenis terminasi yang pembedaannya didasarkan pada akibat dari terminasi. Sialnya semua jenis terminasi diatur agar berujung pada satu hal yang sama dan sangat merugikan, yakni Pam Jaya harus membayar sejumlah uang kepada swasta.

Dalam klausul ini dijelaskan, apa pun penyebabnya, siapapun inisiatornya apabila terjadi pengakhiran kerja sama maka PAM Jaya akan menjadi satu-satunya pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah besar kompensasi kepada swasta. Sama sekali tidak ada aturan yang mengatur hal sebaliknya.

Biaya yang sangat besar harus dikeluarkan oleh PAM Jaya apabila inisiatif pengakhiran dilakukan oleh swasta, dimana dalam hal ini PAM Jaya harus membayar biaya kompensasi yang terdiri dari harga dasar pengakhiran ditambah nilai bersih sekarang dari proyeksi laba sebelum pajak pihak swasta untuk 50 persen dari sisa tahun proyek berdasar rata-rata laba historis proyeksi laba dua tahun berikutnya.

Contohnya, apabila tahun ini perjanjian kerja sama dihentikan, maka dari konsensi 25 tahun yang disepakati, masih ada tersisa waktu 15 tahun, berarti PAM Jaya harus membayar kepada swasta harga dasar pengakhiran ditambah proyeksi laba swasta untuk kurun waktu 7,5 tahun ke depan.

Yang lebih absurd adalah apabila terminasi terjadi karena PAM Jaya menggunakan hak mereka untuk membeli kembali proyek kerja sama ini dari pihak swasta setelah masa kerja sama berlangsung selama 10 tahun.

Hal ini sejatinya adalah hal yang sangat positif karena PAM Jaya diberi kesempatan melakukan evaluasi dan mengambil keputusan apakah setelah 10 tahun perlu melanjutkan kerja sama atau tidak.Nila Ardhianie, Direktur Amrta Institute for water literacy



Post Date : 21 Oktober 2008