Ketersediaan Air Bersih Jadi Masalah Terberat

Sumber:Kompas - 23 Juli 2011
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Ketersediaan air bersih merupakan persoalan terberat di kawasan urban. Selain tingkat populasi yang tinggi, penutupan permukaan tanah akibat pembangunan dan dampak perubahan iklim memperburuk kondisi kekurangan air. Dampak perubahan iklim secara umum adalah kebutuhan akan energi, kekeringan, ketahanan pangan terancam, hujan besar dan banjir, serta gelombang udara panas.

Demikian dikatakan Victor R Savage dari Department of Geography and Environmental Studies Programme National University of Singapore pada acara seminar ”Green Urban Development and Poverty Eradication: Plans, Strategies, and Practices” yang diadakan Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan (FALTL) Universitas Trisakti bersama Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia (IATPTLI), Kamis (21/7) di Jakarta.

Pembicara lain adalah Ismail Said dari Universiti Teknologi Malaysia, Maria R Nindita Radyati, Direktur Program MM-CSR Universitas Trisakti; Surjit Singh, mantan Ketua Perancang Kota dari Institute for Spatial Planning and Environment Research di kota Panchkula, India, serta Rolf Baur dari Centre for International Postgraduate Studies of Environmental Management dari Technische Universität Dresden. Selain itu, masih ada lebih dari 20 pembicara dalam enam sesi lain.

Menurut Savage, tertutupnya permukaan tanah akibat pembangunan rumah, perkantoran, jalan, dan lahan parkir menyebabkan air yang mengalir di permukaan semakin banyak sehingga menyebabkan banjir, erosi, dan penurunan permukaan tanah. Sebagai pengendali banjir dibutuhkan penampung air berupa danau, lahan gambut, dan pembangunan sistem pengendali banjir lain.

Savage memberikan gambaran konsumsi air domestik per kapita di beberapa kota di dunia. Di Munich (Jerman), 130 liter per hari, Amsterdam (Belanda) 156 liter per hari, Singapura 162 liter per hari, Hongkong 203 liter per hari, Sydney (Australia) 254 liter per hari, Tokyo (Jepang) 268 liter per hari, dan Los Angeles (Amerika Serikat) 440 liter per hari.

Saat ini, di Singapura, kata Savage, bisa dikatakan tak ada air yang dibuang. Semua air di permukaan diolah kembali jadi air bersih yang bisa diminum. ”Singapura bisa dikatakan terdepan dalam masalah riset air dan masalah air perkotaan,” ujarnya.

Untuk mengetes kualitas air, digunakan ikan tertentu yang amat sensitif. ”Kalau air kotor atau tercemar sedikit saja, ikan akan berubah warna,” ujarnya.

Savage menyatakan, suatu kota lingkungan (eco-city) setidaknya memiliki empat hal. Yaitu, manajemen sampah bersih (clean garbage), energi bersih, pembuangan bersih, dan air bersih. (ISW)



Post Date : 23 Juli 2011