Ketergantungan kepada Mitra Asing

Sumber:Kompas - 02 Januari 2006
Kategori:Air Minum
Air kotor di sungai-sungai Jakarta dibiarkan. Sumber air tanah makin tercemar. Kini sebagian masyarakat Jakarta menggantungkan diri terhadap kebutuhan air bersih olahan PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Thames PAM Jaya.

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyebutkan, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ) dimotori dua perusahaan raksasa internasional di bidang sarana air bersih. Palyja dimotori perusahaan Lyonnaise des Eaux dari Perancis, sementara TPJ dimotori Thames Water International dari Inggris.

Sampai sekarang banyak pihak meminta kontrak kerja sama dengan dua mitra asing ini ditinjau kembali. Tetapi, pemerintah sudah mengkaji berulang- ulang dan menetapkan kontrak tidak perlu ditinjau kembali sesuai isi kesepakatan yang ada, kata Sutiyoso.

Pekan lalu, tepatnya 30 Desember 2005, Sutiyoso menyetujui rekomendasi Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI untuk penyesuaian tarif otomatis (PTO) semester I 2006.

Pada awal 2005 tarif air bersih dinaikkan 8,14 persen sehingga tarif paling murah untuk kelas sosial (rumah ibadah) Rp 550 per meter kubik, hingga kelas paling mahal untuk niaga Rp 11.500 per meter kubik. Tarif rata-ratanya terhitung Rp 4.965 per meter kubik. Pada semester II 2005 dikenai kenaikan tarif kembali sebesar 9,49 persen, menimbulkan harga termurah hingga termahal Rp 900 sampai 12.150 per meter kubik. Tarif rata-ratanya terhitung Rp 5.473 per meter kubik.

Pekan lalu Sutiyoso kembali menetapkan kenaikan tarif ketiga kalinya sesuai dengan kesepakatan PTO untuk semester I 2006 per 1 Januari sebesar 17,32 persen. Terhitung dari harga rata-rata Rp 5.473 per meter kubik, akan naik 17,32 persen atau Rp 947 per meter kubik menjadi Rp 6.420 per meter kubik.

Rentetan kenaikan tarif air minum secara otomatis yang ditetapkan gubernur setiap enam bulan antara tahun 2005 dan 2007 tak terelakkan. Namun, pelanggan sebenarnya dirugikan dengan turut menanggung pembayaran imbalan air produksi Palyja dan TPJ yang masih memiliki kebocoran 49 persen.

Perkembangan pelanggan Palyja tahun 1998-2004 tercatat naik dari 209.895 pelanggan menjadi 337.640 pelanggan, dengan jumlah air terjual 89,2 juta hingga 127,3 juta meter kubik. Kemudian perkembangan pada tahun yang sama di TPJ naik dari 266.402 pelanggan menjadi 368.250 pelanggan dengan jumlah air terjual 91,96 juta hingga 143,57 juta meter kubik.

Jumlah pelanggan yang dilayani Palyja dan TPJ pada tahun 2004 mencapai 705.890 pelanggan. Kemudian dari jumlah air terjual 270,87 juta meter kubik itu belum terhitung kebocoran yang hingga tahun 2005 diperkirakan mencapai 49 persen. Dengan hitungan kebocoran 49 persen ini, sesuai dengan data tahun 2004, berarti terjadi kebocoran air bersih dari Palyja dan TPJ 132,7 juta meter kubik.

Kebocoran dalam arti dicuri dan hilang meresap ke tanah ini senilai Rp 726,2 miliar per tahun, dengan asumsi harga rata- rata Rp 5.473 per meter kubik. Kerugian Rp 726,2 miliar menjadi tanggungan pelanggan karena tarif yang dibayar pelanggan merupakan beban biaya untuk menutup imbalan produksi air Palyja dan TPJ pula.

Ketergantungan akan air bersih kepada mitra asing Palyja dan TPJ kini sudah terjadi. Warga perlu mendesak aparat menindak setiap bentuk pencurian air. (NAWa tunggal)

Post Date : 02 Januari 2006