|
Jakarta, Kompas - Bertahun-tahun DKI Jakarta bergantung pada wilayah di sekitar untuk pengadaan air bersih. Pemanfaatan air di Jakarta baru 2,2 persen dari seluruh distribusi kepada warga sebesar 18,7 meter per detik. Distribusi itu setara dengan 36 persen dari kebutuhan warga Ibu Kota. ”Secara teknis dan politis, Jakarta masih bergantung pada wilayah lain. Konsekuensinya sering terlihat, begitu ada gangguan di jaringan suplai, seperti jebolnya Pintu Air Buaran 31 Agustus 2011 lalu, Ibu Kota bisa lumpuh. Posisi tawar Jakarta lemah terhadap daerah pemilik DAS (daerah aliran sungai),” kata Firdaus Ali, anggota Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta, Senin (3/12), di Jakarta. Menurut dia, persoalan ini terjadi karena tidak ada perencanaan yang baik terkait jaminan pasokan air baku. Hal ini berbeda kondisinya dengan kota besar lain di Asia, seperti Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Manila, Hanoi, dan Taipe. ”Di kota-kota itu, pemerintah pusat dan daerah sama-sama bertanggung jawab dalam pengadaan air bersih. Mereka lebih beruntung dari Jakarta dalam hal pengadaan air bersih,” kata Firdaus. Pemerintah harus cepat membuat terobosan baru dengan memanfaatkan potensi yang ada. Sejak tahun 2007, dia menggagas pemanfaatan kali-kali yang mengalir di Jakarta. Namun, belum mendapat tanggapan serius dari kepala daerah ataupun pemerintah pusat. Dia berpendapat pemanfaatan 13 sungai dan 76 anak sungainya yang mengalir di Jakarta bisa dilakukan. ”Hanya saja, perlu kerja keras menjaga kebersihan sungai dan menyiapkan infrastrukturnya. Pemerintah pusat juga harus campur tangan,” Firdaus. Keterlibatan pemerintah pusat, menurut dia, sebuah keharusan sebab posisi Jakarta merupakan ibu kota negara. Senin kemarin, Direktur Utama PD PAM Jaya Sri Widayanto Kaderi bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Selain memaparkan program kerja, pertemuan itu juga membicarakan rencana pemanfaatan Kali Krukut dan Pesanggrahan untuk menambah bahan baku air bersih. Harapannya akan ada penambahan pasokan air bersih 15-20 persen dari seluruh distribusi yang ada sekarang. Pembicaraan lanjutan mengenai rencana ini digelar minggu depan dengan menyiapkan hal-hal yang lebih teknis. ”Belum masuk dalam pembahasan program kerja. Rencananya, pekan depan baru kita dipanggil lagi untuk pembahasan program,” kata Sri Widayanto. Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibilities Head PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), mengatakan, saatnya ada terobosan menambah produksi air bersih. Menurut dia, pemanfaatan Kali Krukut dan Pesanggrahan bisa dilakukan. Namun, rencana ini perlu dilakukan dengan upaya keras untuk menjaga kebersihan kali dan debit air. ”Banyak persoalan yang harus diselesaikan, kawasan resapan di hulu juga harus dilakukan. Saat ini, misalnya, jika musim hujan tiba, kondisi air di Jakarta lebih banyak sampahnya. Jika kemarau, debit air sangat sedikit,” ujarnya. Palyja, mitra kerja PD PAM Jaya, merupakan satu-satunya operator yang memanfaatkan Kali Krukut sebagai bahan baku air bersih. Palyja memanfaatkan Kali Krukut di Cilandak sejak tahun 1998 dengan produksi air bersih 400 liter per detik. Selain dari Kali Krukut, Palyja juga memanfaatkan instalasi pengolahan air (IPA) di Taman Kota dengan produksi 120 liter per detik dari Cengkareng Drain. Sumber utama air baku Palyja dari Bendungan Juanda di Jatiluhur 5.600 liter per detik. Selebihnya Palyja membeli air curah dari Tangerang sebanyak 2.500-2.800 liter per detik. ”Kami beli dengan harga Rp 2.200 per meter kubik. Harga ini tergolong mahal jika dibandingkan dengan harga air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah senilai Rp 1.050 per meter kubik,” katanya. Meyritha mengakui ketahanan air di Jakarta lemah. Sejak 1998, Palyja belum dapat menambah air baku secara signifikan. Total produksi air bersih Palyja 8.300 hingga 8.400 liter per detik. Jumlah pelanggan terus bertambah, dari awalnya 200.000 pelanggan, sekarang menjadi 414.000 pelanggan. ”Banyak permintaan pelanggan yang belum dapat kami penuhi karena terbatasnya air baku,” katanya. Tanggal 1 November, Gubernur DKI Joko Widodo bertemu dengan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Krimanto dan menyepakati tujuh butir kerja sama. Dua di antara butir kesepakatan itu mengenai pengadaan air bersih. Kedua pihak sepakat bekerja sama membangun instalasi pengolah air bersih untuk Jakarta di Jatiluhur. Pengadaan air bersih untuk jangka panjang dilakukan dengan meneruskan rencana proyek giant sea wall. Proyek senilai Rp 150 triliun itu dibuat dengan membendung air laut di utara Jakarta. Selain dipakai untuk jaringan jalan, bendung raksasa itu nantinya juga dapat menampung cadangan air dari sungai-sungai yang bermuara di utara Jakarta. (NDY) Post Date : 04 Desember 2012 |