Kesadaran Saja Tak Cukup

Sumber:Kompas - 18 Maret 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Penderitaan selalu mendidik manusia untuk menemukan cara hidup yang lebih baik, sehingga penderitaan itu tidak terulang di masa depan. Dalam konteks banjir yang selalu melanda Jakarta, sebagian orang memutuskan bahwa penderitaan mereka telah cukup, dan berbuat sesuatu untuk mencegahnya terulang.

Warga perumahan Muara Karang di kawasan Pluit, Jakarta Utara, harus menelan pil pahit berulang kali pada tahun 1980-an lalu. Setelah mereka membayar mahal untuk membeli rumah di kawasan perumahan elit itu, ternyata pengembangnya bangkrut dan tak lagi mengurus kelengkapan fasilitas umum di kompleks tersebut.

Begitu musim hujan tiba, mereka baru sadar tempat tinggal mereka yang dekat laut itu ternyata selalu banjir dan permukaan tanahnya ambles hingga 50 sentimeter per tahun.

"Setiap kali blok baru dibangun, blok lama makin dalam banjirnya. Lama-lama tidak tahan," ujar Hauw Ming (45), yang tinggal di Muara Karang sejak 1985.

Satu-satunya solusi adalah pompa air yang akan menyedot air banjir dari perumahan mereka untuk dibuang ke Kali Angke yang terletak di batas barat kompleks. Ia sadar pompa itu harus dibangun sendiri oleh warga, karena tidak mungkin mengharapkan bantuan pemerintah. Dan satu-satunya cara untuk menggerakkan warga adalah dengan menjadi pengurus RT atau RW. "Akhirnya saya bertekad menjabat sebagai ketua RW," kenang mantan Ketua RW 08 Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara itu.

Setelah melalui perjuangan panjang, Hauw Ming berhasil memimpin swadaya warga membangun rumah pompa pada 1992. "Saya mengumpulkan swadaya dari sekitar 600 keluarga di Blok 6 dan 7. Setiap kumpul uang sedikit, langsung digunakan untuk pembangunan," tuturnya.

Sejak rumah pompa berdiri dan beroperasi sampai sekarang, perumahan tersebut terbebas dari banjir, termasuk banjir besar Februari lalu. "Hanya pada 2002 sempat kena banjir selutut, karena tanggul sungai dijebol oleh warga di daerah lain," tutur Hauw Ming yang sejak 1999 lalu sudah tidak tinggal di Pluit lagi.

Pria bertubuh tinggi besar itu mengatakan, kunci untuk menggugah kesadaran warga adalah dengan pendekatan pribadi ke seluruh warga. "Sejak jadi Ketua RW, saya berusaha kenal setiap warga secara pribadi. Baru dari situ saya mulai sedikit-sedikit mengingatkan mereka tentang banjir. Tetapi kesadaran saja tak cukup. Harus dilanjutkan tindakan nyata," katanya.

Menata kali

Penderitaan akibat banjir itu juga yang membuat Piryanto (45) memutuskan untuk tak bisa tinggal diam. Akhir 2005 lalu, ia mulai menggerakkan warga kawasan kupat kumis (kumuh padat dan kumuh miskin) di bantaran Kali Sentiong di Kelurahan Serdang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, untuk membersihkan sungai dan menata kawasan sekitarnya.

Piryanto tidak segan-segan nongkrong berlama-lama di warung kopi hanya sekadar mengobrol dengan warga lain. Dari obrolan itu, ia menanamkan kesadaran pada masyarakat. "Kumuh identik dengan miskin dan minimnya sarana, sehingga orang membuang sampah sembarangan. Entah di jalanan, got, sampai ke sungai," katanya.

Kini, bantaran Kali Sentiong sepanjang satu kilometer yang melintasi Serdang, telah tertata rapi. Setiap rumah memiliki tempat sampah dan jamban masing-masing, sehingga jamban- jamban darurat yang berderet di pinggir kali bisa dibongkar untuk dijadikan taman. Warga pun tak lagi buang sampah ke sungai.

Meski demikian, kebersihan di Serdang tersebut tidak akan berarti banyak apabila sisa bantaran Kali Sentiong lain masih kumuh dan kotor. Buktinya, daerah tersebut masih terkena banjir Februari lalu. "Cuma sudah jauh menurun. Kalau tahun-tahun sebelumnya air bisa seatap, kemarin hanya selutut," ungkap Piryanto, yang mengantar Jakarta Pusat meraih penghargaan Adipura dua tahun berturut-turut karena kiprahnya itu.

Sementara warga perumahan elite Kelapa Gading, Jakarta Utara, baru tahun ini tersadar akan ancaman bencana banjir. Setelah rumah mereka terendam rata-rata sepinggang orang dewasa, kini mereka membentuk Forum Peduli Lingkungan Masyarakat Kelapa Gading (FPLMKG). Tujuan terdekat mereka sekarang adalah mendesak Pemerintah Kota Jakarta Utara untuk menata dan meninggikan tanggul Kali Sunter yang menyebabkan banjir besar Februari lalu. "Seandainya 50.000 KK warga Kelapa Gading ini rela menyumbang Rp 100.000 per KK per tahun saja, kami akan mampu menata tanggul dan membangun rumah pompa," ujar Ketua FPLMKG Sudirman.

Kesadaran saja memang tak akan pernah cukup untuk menuntaskan masalah banjir yang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Butuh perencanaan menyeluruh kemudian tekad untuk memulai tindakan nyata dan kerja keras semua pihak.DAHONO FITRIANTO & PINGKAN ELITA DUNDU



Post Date : 18 Maret 2007