Banjarmasin, Kompas - Kondisi sebagian sungai di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kini rusak parah. Kerusakan bukan saja karena bantaran sungainya penuh dengan deretan permukiman warga, melainkan sungai juga mengalami pendangkalan.
Kondisi ini terjadi akibat tak terkendalinya pengembangan ibu kota provinsi yang dihuni sekitar 600.000 jiwa tersebut. Selain sungai, sebagian daerah rawa-rawa dan kawasan pasang-surut juga berubah menjadi daratan karena diuruk dengan tanah untuk pendirian bangunan.
Pemantauan terhadap parahnya kerusakan tersebut dilakukan Rabu (1/7), saat menyusuri Sungai Barito, Martapura, Kelayan, Pekapuran, Antasan Segera, dan Kuin. Di Sungai Barito dan Martapura kebanyakan bantarannya sudah menjadi kawasan permukiman padat dan industri.
Kondisi Sungai Barito yang parah terlihat di daerah kawasan industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Banjarmasin Utara pada Kelurahan Alalak Utara, Tengah, Selatan, dan Kuin Utara. Sebagian besar limbah kayu dari ratusan industri penggergajian kayu dibuang ke sungai sehingga menyebabkan pendangkalan dan makin menyempitkan badan sungai di daerah tersebut.
Paling parah
Kerusakan paling parah terjadi di Sungai Kelayan, Pekapuran, dan Antasan Segera. Ketiga sungai ini terancam mati. Sebagian ruas sungai tersebut sudah tidak bisa dilewati perahu kelotok (perahu bermesin), hanya bisa dilalui jukung (perahu kecil khas Kalsel yang dijalankan dengan cara dikayuh).
Hal itu terjadi, selain karena pendangkalan, juga makin penyempitnya badan sungai akibat pendirian permukiman yang menjorok ke tengah sungai. Sungai-sungai itu tadinya rata-rata lebarnya lebih dari 6 meter, kini hanya 2-3 meter. Adapun airnya juga bau akibat pembusukan sampah yang dibuang di sungai-sungai tersebut. Ironis, sungai-sungai itu masih dipakai warga untuk mencuci, memasak, dan mandi.
”Kondisi sungai-sungai ini memang buruk, sudah seperti comberan,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Samarinda Fajar Desira di Banjarmasin.
Parahnya kondisi sungai-sungai di Banjarmasin, menurut Fajar, tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Banjarmasin mulai tahun 2009 secara bertahap terus melakukan perbaikan dan menata kembali sungai-sungai tersebut.
”Tahun 2009 ini, selain perbaikan drainase, kami telah mengembalikan beberapa sungai yang mati, di antaranya, sungai di daerah Jalan Veteran,” katanya.
Tak bisa cepat
Fajar mengakui, pekerjaan menata kembali sungai-sungai di Banjarmasin memang berat dan tidak bisa dilakukan cepat. Sebagai contoh, pembebasan lahan permukiman di Jalan Tendean membutuhkan dana Rp 10 miliar. ”Tetapi, memperbaiki sungai-sungai itu menjadi komitmen Pemerintah Kota Banjarmasin yang pembangunannya berbasis sungai,” katanya.
Kepala Dinas Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin mengungkapkan, pihaknya kini tengah melakukan inventarisasi tahun ini sebagai awal untuk menormalkan sungai-sungai tersebut. Sampai tahun 2004 jumlah sungai di Banjarmasin masih tercatat 74 buah. ”Banyak sungai yang hilang akibat berubah menjadi kawasan permukiman,” ujarnya. (FUL)
Post Date : 02 Juli 2009
|