Jambi, Kompas - Pembangunan sanitasi lingkungan di Indonesia masih sangat rendah. Kerugian ekonomi akibat buruknya sanitasi mencapai Rp 58 triliun per tahun.
Hal itu dikemukakan Handy B Legowo, Kepala Subdirektorat Pengembangan Air Limbah Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum, dalam jumpa pers menjelang Lokakarya Sanitasi Perkotaan (City Summit) VI, Rabu (21/10) di Jambi.
”Idealnya, negara menginvestasi Rp 47.000 per kapita per tahun untuk pembangunan sanitasi lingkungan. Kenyataannya, selama 30 tahun, investasi hanya Rp 200 per kapita per tahun,” kata Handy.
Akibatnya, akses penduduk terhadap prasarana sanitasi yang aman masih rendah. Hampir 30 persen penduduk buang air besar sembarangan. Hampir semua tempat pembuangan akhir sampah
masih menerapkan open dumping (penumpukan sampah di atas tanah) sehingga mencemari lingkungan.
Ketiadaan pengolah limbah menyebabkan 53 persen sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar. Semua itu menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Kerugian dihitung dari biaya penanggulangan penyakit dan hilangnya produktivitas penduduk. Banjir akibat sampah juga menimbulkan kerugian materi.
Program percepatan sanitasi perkotaan (PPSP) akan dilaksanakan pada tahun 2010-2014 di 330 kota/kabupaten. Anggota Tim Kelompok Kerja Sanitasi Kota Jambi, Liana Andriani, mengatakan, Kota Jambi menjadi satu dari enam kota proyek percontohan PPSP.
City Summit adalah program pertemuan empat bulanan kota- kota penggiat pembangunan sanitasi perkotaan. Lokakarya berlangsung pada Kamis-Jumat (23/10) dan diikuti 250 peserta dari 35 kota di Indonesia. (ITA)
Post Date : 22 Oktober 2009
|