|
Sragen, Kompas - Kerugian akibat banjir di Kabupaten Sragen mencapai Rp 6 miliar yang mencakup kerugian akibat rusaknya lahan pertanian, peternakan, rumah warga, dan sarana prasarana. Kerugian paling besar terjadi di Kecamatan Tanon yang mencapai Rp 1 miliar, sisanya di Kecamatan Sidoharjo, Masaran, Karangmalang, Plupuh, dan Sukodono. Demikian diungkapkan Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Sragen Wangsit Sukono, Minggu (22/4). Dari lebih 1.200 hektar sawah yang terendam banjir, sebanyak 692 hektar rusak karena tanaman padi yang terendam umurnya baru 2-4 minggu. Tidak hanya sawah, lahan palawija juga ikut terendam, yakni lahan cabai 43 hektar, melon tiga hektar, semangka enam hektar, kacang panjang satu hektar, dan terong dua hektar. "Lahan palawija tersebar di Kecamatan Tanon," kata Wangsit. Jumlah rumah yang terendam mencapai 921 rumah di Kecamatan Sidoharjo, 44 rumah di Kecamatan Karangmalang, serta lima rumah rusak, dan tiga roboh di Kecamatan Masaran. "Perabot rumah saya banyak yang hanyut, buku sekolah anak-anak juga rusak karena basah terendam," ungkap Agus, warga Dusun Kaponan, Jetak, Sidoharjo yang rumahnya terendam satu meter. Air itu datang tiba-tiba hari Kamis malam akibat air di Kali Mungkung yang merupakan anak Sungai Bengawan Solo, meluap. Akibatnya, jembatan gantung di dusun itu yang menghubungkan Desa Jetak, Kecamatan Masaran dan Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, hancur diterjang banjir. Tercatat sebuah jembatan lain rusak akibat dihantam banjir, yakni yang menghubungkan Desa Jirapan, Kecamatan Masaran dan Desa Pengkok, Kecamatan Kedawung. "Banjir terjadi akibat air yang datang dari lereng Gunung Lawu di daerah Karanganyar, luapan Bengawan Solo, ditambah hujan deras. Ini banjir terparah yang pernah terjadi di Sragen," ujar Wangsit. Hingga kini, warga masih merasakan dampak banjir dengan sibuk membersihkan sisa lumpur di rumah, menjemur perabot, dan buku-buku yang terkena banjir karena air masuk rumah hingga 1-1,5 meter. Seperti Sugiman yang terlihat menjemur pakaian dan buku-buku anaknya. Rumah Sugiman persis terletak di tepi Kali Mungkung di dekat jembatan gantung sepanjang 60 meter yang hancur. "Suaranya keras sekali waktu jembatan ambrol. Rumah saya sampai kebanjiran satu meter," katanya. Akibat banjir, warga yang terkena banjir juga mengalami serangan penyakit, seperti diare dan gatal-gatal. "Pemkab mendirikan pos pelayanan kesehatan di desa-desa yang terkena banjir. Jembatan yang rusak akan diperbaiki pada 2008," ujar Wangsit. (eki) Post Date : 23 April 2007 |