|
Semarang, Kompas - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mencatat kerugian karena kerusakan infrastruktur, persawahan, dan permukiman di Jateng dan Jatim akibat meluapnya Bengawan Solo berjumlah Rp 876,40 miliar, yaitu Rp 589,18 miliar kerugian di Jatim dan Rp 278,228 miliar kerugian di Jateng. Namun, total kerugian akibat musibah banjir sebanyak empat kali antara Januari dan Februari 2009 itu diperkirakan mencapai Rp 1 triliun karena kerugian di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Klaten (Jateng) serta Ngawi dan Madiun (Jatim) belum terkalkulasi. Musibah banjir juga mengakibatkan biaya perbaikan dan penanggulangan dampak banjir jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya. Untuk wilayah Jateng saja, ongkos pembenahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo membutuhkan dana Rp 1,7 triliun. Sedangkan Provinsi Jatim tahun ini mendapat dana khusus perbaikan infrastruktur dari pusat Rp 235 miliar. Sragen terbesar Di Jateng, kerugian terbesar diderita Kabupaten Sragen yang mencapai Rp 232,728 miliar, diikuti Kota Solo Rp 36,5 miliar, dan Kabupaten Blora Rp 9 miliar. Di Jatim, banjir Bengawan Solo menimbulkan kerugian Rp 589,18 miliar di wilayah Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik (lihat Grafik). Perkiraan kerugian ini merupakan hasil rekapitulasi sejumlah instansi, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jateng, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jateng, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Sragen, Kesbangpol dan Linmas Kota Solo, Dinas Pekerjaan Umum Kota Solo, Kesbangpol dan Linmas Sukoharjo, serta Kantor Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Di Jatim, informasi serupa dihimpun dari kantor- kantor Pemkab Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Kepala Bidang Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Solo Budi Santosa, Jumat (13/3), mengemukakan, kerugian akibat rusaknya drainase di Kota Solo Rp 36,5 miliar, meliputi talud dan fondasi jembatan. Talud yang ambrol berada di Kali Pepe salah satu anak sungai Bengawan Solo. Kepala Bidang Prasarana dan Wilayah Bappeda Kabupaten Blora Samgautama Karnajaya mengatakan, lokasi paling parah yang terkena banjir terjadi di Kecamatan Cepu. Sebanyak 1.136 rumah terendam di 9 kelurahan dan Desa Cepu, Balun, Sumberpitu, Nglanjuk, Jipang, Ngloram, Ngelo, Gadon, dan Getas. Banjir juga merusak 156,5 hektar (ha) sawah siap panen di Nglanjuk, Sumberpitu, Jipang, dan Ngloram sehingga petani rugi Rp 9 miliar. Kerugian dan perbaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jateng Jarot Nugroho di Kota Semarang mengemukakan, Wilayah Sungai (WS) Bengawan Solo secara administratif mencakup 17 kabupaten dan 3 kota. Di Jateng, WS Bengawan Solo adalah Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Kota Solo, Kabupaten Boyolali, Klaten, Sragen, Blora, dan Rembang. Di Jatim, WS Bengawan Solo meliputi Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, dan Kota Surabaya. Anggaran yang tersedia di Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo untuk tanggap darurat hanya Rp 170 miliar. ”Padahal, dibutuhkan dana Rp 1,7 triliun untuk membenahi DAS Bengawan Solo,” ujar Jarot. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen Zubaidi mengatakan, Pemkab Sragen sudah meminta bantuan masing-masing Rp 3,5 miliar kepada Pemprov Jateng dan pemerintah pusat. Di Blora, rencananya akan dibangun 8 embung di sekitar DAS dan waduk di Cepu. ”Pembangunan waduk di Cepu sangat penting untuk membendung air menuju ke Jatim. Lokasi Cepu dipilih karena merupakan tempat mengalirnya air dari Jateng ke Jatim,” kata Jarot. Dilaporkan dari Jatim, di wilayah Bojonegoro nilai kerugian akibat banjir Rp 266,9 miliar, Rp 21,3 miliar di antaranya sektor pertanian karena terendamnya 5,758 ha tanaman padi siap panen. Di luar itu, 25.022 rumah rusak kebanjiran dengan kerugian Rp 159,6 miliar, sarana peribadatan (Rp 9,5 miliar), sarana pendidikan (Rp 25,5 miliar), infrastruktur jalan (Rp 46,2 miliar), dan jembatan (Rp 4,7 miliar). ”Pemkab akan membantu benih dan pupuk,” kata Kepala Bagian Humas Bojonegoro Johny Nurhariyanto, Jumat. Di Tuban, kerugian mencapai Rp 21,404 miliar, terdiri antara lain 3.572 ha sawah terendam (Rp 8,150 miliar), tambak 1.527 ha hanyut (Rp 7,640 miliar), dan tanaman tegalan rusak 495 ha (Rp 92,5 juta). Banjir juga merusak 53 desa di lima kecamatan, yakni Parengan, Soko, Rengel, Plumpang, dan Widang dengan kerugian Rp 45,875 juta akibat tergenangnya 12.861 rumah. Terendamnya jalan kabupaten sepanjang 3,25 km (Rp 2,343 miliar), jalan poros desa 30,250 km (Rp 1,7 miliar), dan jalan lingkungan 42,420 km (Rp 1,294 miliar). Di Gresik, air Bengawan Solo merendam 607,8 ha tanaman padi, 65 ha jagung, dan 1.402,7 ha tambak. Akibat terendamnya tanaman padi, petani rugi Rp 17,018 miliar, tambak (Rp 80,860 miliar), di samping terendamnya 5.526 rumah di 33 desa di Kecamatan Dukun, Bungah Manyar, dan Sidayu.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Gresik Hari Syawaluddin menyatakan, kerugian akibat permukiman yang terendam Rp 100,520 miliar, sekolah terendam (Rp 3,480 miliar), dan jalan terendam (Rp 6,077 miliar). ”Pemkab telah menyalurkan bantuan benih untuk 224 ha ke wilayah yang banjir 25 kg per ha,” ujarnya. Di Lamongan, banjir menggenangi 1.589 ha sawah (kerugian Rp 9,035 miliar); 960,5 ha tanaman jagung (Rp 2,706 miliar); 30,25 ha kacang tanah (Rp 113,124 juta); dan 5.366 ha tambak (Rp 18,575 miliar), bersama 12.901 rumah atau 51.613 jiwa di Kecamatan Babat, Laren, Kalitengah, Karanggeng, Karangbinangun, Turi, Deket, dan Glagah. Lintas provinsi Gubernur Jatim Soekarwo juga mengakui, wilayah Jatim tidak bisa sepenuhnya terbebas banjir, kecuali mengurangi lama genangan. ”Penanganan banjir Jatim berarti pengendalian Kali Brantas, Kali Pekalen, dan Bengawan Solo. Penanganan itu butuh dana besar. Tahun ini Jatim mendapat dana khusus dari pusat Rp 235 miliar,” katanya di Surabaya, pekan lalu. Pemprov Jatim akan membangun bendungan di perbatasan Ngawi dan Cepu. ”Prinsipnya kami perlu manajemen air di kawasan Bengawan Solo, Brantas, dan Pekalen. Sebetulnya akan dibangun Waduk Jipang, tapi karena lokasinya 50 persen di Jatim dan 50 persen lagi di Jateng, masih sulit dilaksanakan,” kata Soekarwo. Pemprov Jatim juga akan mengeruk saluran drainase di Lamongan untuk meningkatkan debit air hingga 640 meter kubik (m) per detik. ”Saat ini hanya 375 m per detik, idealnya 640 m per detik. Kalau bisa sampai 1.000 m per detik sehingga padi yang tenggelam tidak sampai busuk karena banjir bisa cepat surut,” ujarnya. (UTI/EKI/HEN/ACI/RAZ/SIN)
Post Date : 19 Maret 2009 |