|
Palembang, Kompas - Banjir yang menggenangi Sumatera Selatan selama dua pekan telah merusak berbagai fasilitas sosial dan ekonomi serta menimbulkan kerugian hingga Rp 161,8 miliar. Kerugian terbesar terjadi sebagai akibat kerusakan 35.469 hektar tanaman padi, 17.522 rumah warga, dan hancurnya 87 kilometer jalan. Menurut Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel tidak sanggup membiayai seluruh rekonstruksi akibat banjir sehingga akan meminta bantuan pemerintah pusat. Sedikitnya dana penanggulangan bencana yang dimiliki, menyebabkan pemprov hanya mampu menangani masalah yang bersifat darurat, bukan rekonstruksi. Kebutuhan dana untuk rekonstruksi itu, ungkap Syahrial, dapat membesar karena terdapat beberapa kecamatan yang baru dapat didata tingkat kerusakannya setelah sebelumnya terisolasi banjir. Semua kebutuhan rekonstruksi akan dipaparkan ke presiden dan sejumlah menteri. Berbagai kerusakan infrastruktur tersebut juga menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi dan kesulitan masyarakat untuk memulihkan kondisi perekonomian mereka, karena rusaknya lahan pertanian. Kerusakan lahan pertanian juga menciptakan kerawanan suplai bahan pangan, karena 16.000 hektar lahan mengalami puso. Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Kabupaten Ogan Komering Ilir yang dikenal sebagai areal persawahan luas, misalnya, kerusakan lahan pertanian mencapai lebih dari 31.000 hektar. Akibatnya, belasan ribu keluarga petani hampir jatuh bangkrut. Adapun di Muara Enim, kerusakan yang sangat parah terjadi di infrastruktur jalan. Sekitar 70,8 kilometer atau 10 persen dari total panjang jalan di kabupaten itu rusak berat karena terendam air lebih dari seminggu. Kerusakan jalan harus segera diperbaiki karena mengganggu lalu lintas manusia dan barang komoditas dari berbagai desa. Meskipun tergolong kecil dibandingkan dengan total kerugian, kerusakan 87 unit sekolah di 24 kecamatan yang terendam itu dirasa sangat mengganggu. Ribuan siswa di sekolah-sekolah itu terpaksa mengikuti proses belajar mengajar dalam kondisi yang buruk. Syahrial mengatakan, total dana rekonstruksi belum termasuk puluhan puskesmas di Muara Enim yang rusak tersapu banjir. Kerusakan puskesmas- puskesmas itu baru diketahui setelah dilakukan pendataan di desa-desa di tepi sungai yang sempat terisolasi oleh banjir agak lama. "Jika dana dari pusat dapat segera dicairkan, pembangunan kembali puskemas dan sekolah akan menjadi prioritas rekonstruksi, untuk mencegah timbulnya keresahan sosial susulan pascabanjir," ujarnya. Harus sesuai Sehubungan dengan pengajuan bantuan rehabilitasi pascabanjir, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Selatan meminta agar dana yang diajukan itu benar-benar sesuai dengan kenyataan. "Jangan nanti jumlah rumah yang dilaporkan rusak karena tergenang justru melebihi jumlah rumah sebenarnya di desa itu. Jangan ada manipulasi data," kata Ketua Komisi E DPRD Sumsel Ibnu Hajar Dewantara. Komisi E DPRD menyoroti laporan kerusakan sejumlah sektor yang cukup besar, seperti untuk perbaikan gedung sekolah yang mencapai Rp 1,7 miliar. "Harus dicek betul ke lapangan, apa memang benar sebesar itu. Selain itu, untuk mengatasi akibat banjir pada masa depan, kiranya setiap dinas perlu mengalokasikan dana penanganan bencana dalam anggaran mereka. Jadi kalau terjadi bencana seperti sekarang, tidak memberatkan," kata Ibnu. (ECA/DOT) Post Date : 04 Februari 2005 |