|
SALATIGA, KOMPAS - Pemerintah Kota Salatiga dan Kementerian Riset dan Teknologi sedang menjajaki pemanfaatan teknologi pengolahan air bersih dan lingkungan. Hal ini diharapkan bisa membantu Kota Salatiga menghadapi tantangan peningkatan kebutuhan air di tengah mengeringnya sejumlah mata air. "Kerja sama itu sifatnya sharing dengan pemda. Bentuknya menyesuaikan kebutuhan daerah. Untuk Salatiga bisa teknologi lingkungan dan pengolahan air bersih," kata Asisten Deputi Iptek Masyarakat pada Kementerian Riset dan Teknologi, Momon Sadiyatmo, di sela-sela "Sosialisasi Kesehatan Lingkungan di Kota Salatiga", Rabu (20/10). Menurut dia, hal itu bisa berupa teknologi mencari sumber air atau mengangkat air. Di Gunung Kidul (DIY), misalnya, kerja sama untuk mencari sumber air, sedangkan di Bantul (DIY) teknologi kincir untuk mengangkat air dari sungai ke lahan pertanian. Di Salatiga, penentuan kerja sama teknologi itu akan didahului kajian kebutuhan selama sekitar tiga bulan. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Salatiga Bambang Pamulardi mengatakan, salah satu yang akan dijajaki ialah teknologi kincir angin untuk mengangkat air di sumber ke permukiman penduduk. Inisiasi itu akan didorong di sejumlah lokasi di Kecamatan Tingkir, misalnya di Gunungsari yang memiliki sumber air, tetapi warga yang tinggal di atas sumber itu kerap kesulitan air bersih. "Tetapi tidak menutup kemungkinan ada ada kerja sama lain. Ini baru membuka keran kerja sama antara kementerian dengan Kota Salatiga," ujarnya. Wali Kota Salatiga John Manoppo mengaku ada tantangan berupa degradasi lingkungan yang ditandai dengan penurunan sumber air bersih maupun peningkatan suhu udara di Salatiga. Data BLH Salatiga menyebutkan, jumlah mata air menurun dari 37 titik menjadi 29 titik. Pengeringan mata air itu antara lain akibat tergusur perumahan serta akibat rusaknya daerah tangkapan air di hulu. Manoppo berharap kerja sama itu bisa mencari jalan keluar antara tantangan itu dan peningkatan kebutuhan air bersih. "PDAM baru bisa menyediakan air bersih untuk 68 persen penduduk Salatiga. Ini masih harus terus ditingkatkan. Ada cukup banyak sumber air, tetapi yang bisa dieksplorasi masih terbatas," ujar Manoppo. Eric Setiya Darmawan, Divisi Advokasi Komunitas Tanam Untuk Kehidupan (TUK) Salatiga, menilai Kota Salatiga hanya mau memanfaatkan air, tetapi enggan mengurusi konservasi daerah hulu. Eric mencatat, Salatiga kehilangan mata air lebih besar dari data BLH, yakni dari semula 69 titik tinggal 23 mata air. (GAL) Post Date : 21 Oktober 2010 |