Kenali Plastik Sebelum Makan

Sumber:Kompas - 11 Juli 2009
Kategori:Lingkungan

Menenteng rantang membeli bakso atau soto itu zaman dulu alias jadul. Dianggap kuno. Kini rantang telah berganti plastik atau material lain yang serba simpel dan murah. Selesai persoalan. Sesederhana itukah?

Kelebihan plastik yang ringan, simpel, trendi, dan fleksibel begitu menarik perhatian konsumen. Barangkali itulah salah satu alasan kenapa rantang dan barang pecah belah ditinggalkan.

Pada banyak gerai makanan dan minuman cepat saji, misalnya, hampir semua seperti kompak mengganti barang pecah belah dengan bahan plastik untuk penyajiannya. Lagi-lagi, soal serba simpel, ringan, dan tak mudah pecah pertimbangannya.

Barangkali, mewakili semangat zaman modern yang serba cepat. Ringkas.

Dari beberapa material berbahan dasar plastik, yang marak digunakan sebagai pengemas adalah styrofoam. Bahan yang satu ini bisa dibentuk apa saja, sesuai kemauan dan kebutuhan.

Tak heran apabila mulai dari rumah tangga hingga produsen alat-alat berat memanfaatkannya. Ringan, baik harga maupun beratnya.

Styrofoam merupakan salah satu jenis plastik. Styrofoam terbuat dari polystyrene yang dicampur bahan khusus (blowing agent).

Polystyrene sendiri merupakan jenis plastik yang dihasilkan dari proses polimerisasi styrene monomer. Styrene monomer itulah yang selama bertahun-tahun menyita perhatian banyak kalangan, dari konsumen hingga peneliti.

Ketika digunakan sebagai pengemas makanan, pada suhu tinggi (panas) dan lemak bahan kimia monomer dapat bermigrasi ke dalam makanan dan berisiko bagi kesehatan. Terakumulasi di dalam tubuh, dalam jumlah besar membahayakan kesehatan konsumen.

”Kenyataannya, kalaupun terjadi migrasi monomer, jumlahnya teramat sedikit dan tidak berbahaya,” kata Kepala Bidang Polimer Rekayasa Pusat Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ismariny. Styrofoam memiliki titik lunak 102 derajat-106 derajat celsius.

Ismariny punya penjelasan. Styrene monomer pembentuk styrofoam ukurannya teramat kecil (dalam part per million/ppm). Kalau kemudian terlepas karena tidak terbentuk sempurna, ukurannya jadi lebih kecil lagi.

Kalaupun ada migrasi, wujudnya yang umumnya berbentuk gas sulit berbaur di dalam air. Monomer gas akan merambat ke permukaan air lalu terurai di udara (tentu tidak kelihatan dengan mata telanjang).

Namun, ada juga monomer berbentuk cair, seperti polycarbonate dan formalin. Ini yang lebih berbahaya.

Waspadai akumulasi

Sebenarnya, soal akumulasi penting dipahami konsumen. Bagaimanapun kandungan monomer tetaplah bahan kimia yang berbahaya.

Oleh karena itu, ada ketentuan baku yang ditetapkan pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi warganya. Di Indonesia, pengaturan baku tersebut juga sudah dilakukan meskipun baru sekitar tiga tahun lalu.

Kepala Laboratorium Polimer Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Agus Haryono menyebutkan, sebagian besar plastik terbuat dari bahan kimia yang pada dasarnya berbahaya bagi kesehatan. Apalagi, bila peruntukan plastik dan produk turunannya tidak sesuai.

Pada binatang percobaan akumulasi zat-zat aditif yang bermigrasi dari plastik ke dalam makanan menyebabkan kanker, perubahan hormon, dan kelahiran baru berkelamin ganda (hermafrodit). ”Pada manusia bisa menyebabkan keguguran. Tapi, itu kalau akumulasi dalam jumlah besar,” kata Agus.

Gunakan semestinya

Ada beberapa cara menghindari bahaya kemasan plastik pada kesehatan manusia. Prinsipnya, gunakan produk plastik yang terdaftar sesuai peruntukannya.

”Perhatikan suhu dan lemak atau minyak ketika menggunakan plastik. Hindari memasukkan makanan panas dalam plastik atau styrofoam,” kata pakar teknologi pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor, Made Astawan.

Menurut Ismariny, meskipun penggunaan plastik dan styrofoam dalam standar baku sudah aman bagi kesehatan, lebih baik menghindari mengemas makanan/minuman dengan suhu lebih dari 60 derajat celsius. ”Kalau hanya untuk mengemas makanan atau minuman dingin dalam suhu ruang, tidak ada masalah. Aman,” kata dia.

Sayangnya, dalam keseharian, plastik (termasuk plastik kresek), masih digunakan untuk membungkus gorengan, bakso, dan soto panas. Bahkan, masih sering dijumpai ember plastik untuk menampung sayur panas dalam volume besar. ”Itu contoh penggunaan yang tak sesuai peruntukannya,” kata Agus.

Produk plastik memang simpel dan murah, tetapi dampaknya tidak sesederhana penggunaannya. Lebih baik mencegah sebelum terlambat. Gesit Ariyanto



Post Date : 11 Juli 2009