Jakarta, Kompas - Setelah menunda lebih dari 1,5 tahun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya kesulitan membendung kenaikan tarif air bersih. Namun, Pemprov DKI akan membahas besaran tarif yang dinilai layak bersama dengan Badan Regulator Pelayanan Air Minum.
Asisten Pembangunan DKI Jakarta Sarwo Handayani, Selasa (2/6) di Balaikota DKI Jakarta, mengatakan, kenaikan tarif air bersih tidak dapat dihindari lagi. Biaya produksi air bersih sudah hampir sama dengan imbal air (water charge), yang saat ini mencapai Rp 7.020 per meter kubik.
Imbal air adalah uang yang diberikan PAM Jaya kepada kedua operatornya, Palyja dan Aetra, karena sudah mengolah air baku menjadi air bersih dan mendistribusikannya. Jika biaya produksi air bersih sudah sama atau melebihi imbal air, PAM Jaya akan harus memikul kelebihan beban biaya itu dan menjadi utang pada kedua operator.
Utang semacam ini pernah terjadi pada periode 1998-2001 saat Pemprov tidak menaikkan tarif air karena tak mau membebani rakyat yang sedang terkena krisis moneter. Nilai utang itu mencapai Rp 500 miliar lebih.
Menurut Sarwo, selain masalah penyesuaian antara imbal air dan biaya produksi, Pemprov dan Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) juga akan memasukkan komponen pencapaian target pelayanan dan kinerja kedua operator untuk menentukan besaran kenaikan tarif.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo juga menyetujui dimasukkannya faktor kinerja operator dan pencapaian target pelayanan sebagai komponen kenaikan tarif. Kedua faktor itu akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi pelanggan PAM Jaya.
Sebelumnya, usul kenaikan tarif air bersih berdasarkan kebutuhan keuangan sudah diajukan kedua operator PAM Jaya sejak akhir 2008 sampai awal 2009. Komisaris PT Palyja Bernard Lafrogne mengajukan usul kenaikan tarif 22 persen, sedangkan Direktur Utama PT Aetra Syahril Japarin meminta kenaikan tarif tanpa menyebut besaran yang diminta.
”Besaran kenaikan tarif air bersih belum dapat ditentukan saat ini. Masih perlu pembahasan mendalam untuk menentukannya,” kata Sarwo.
Kenaikan tarif air bersih terakhir kali dilakukan pada semester I 2007. Kenaikan tarif hanya dikenakan kepada golongan 2 dan besarnya 9 persen.
Kepala BR PAM Irzal Jamal mengatakan, selain kenaikan tarif, pihaknya dan Pemprov DKI akan membahas target baru bagi kedua operator. Salah satu target utama adalah penurunan tingkat kebocoran. Aetra ditargetkan menurunkan tingkat kebocoran dari 50 persen pada 2009 menjadi 42 persen pada 2012. Palyja ditargetkan menurunkan dari 45,2 persen menjadi 35,4 persen pada periode yang sama.
DPRD menolak
Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Nurmansjah Lubis mengatakan, pihaknya tidak setuju dengan rencana kenaikan tarif air bersih.
Menurut dia, cakupan pelayanan dan investasi operator PAM Jaya belum mencapai target. Tingkat kebocoran Aetra yang mencapai 50 persen dan Palyja yang mencapai 45,2 persen dinilai masih terlalu tinggi.
”Jika variabel kinerja dan target belum terpenuhi, tak ada alasan menaikkan tarif air. Operator seharusnya didorong bekerja lebih baik sebelum meminta kenaikan tarif,” katanya. (ECA)
Post Date : 03 Juni 2009
|