|
JAKARTA (Media): Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan kebijakan kenaikan tarif air ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. ''Kenaikan tarif memang wewenang gubernur. Tapi karena kita punya masukan dari DPRD, masukan itu akan kita bahas dan kita pelajari. Jadi, kenaikan tarif air kita tunda. Dan saya belum tahu kapan keputusan kenaikan ini akan diumumkan. Bergantung pada berapa lama kajian DPRD nanti,'' kata Sutiyoso usai melakukan pertemuan dengan DPRD DKI membicarakan kenaikan tarif air di Balai Kota, kemarin. Menurutnya, kini yang dia urus bukan hanya kepentingan satu pihak, melainkan kepentingan banyak pihak, termasuk dua operator. ''Karena itu, saya berharap agar kajiannya dapat dilakukan secepatnya,'' kata mantan Pangdam Jaya ini. Sementara itu, menurut Ketua Tim Kecil Evaluasi Pelaksanaan Kerja Sama PAM Jaya dengan PT Thames PAM Jaya (TPJ) dan PT PAM Lyonnaisse Jaya (Palyja) Maringan Pangaribuan, kenaikan tarif air minum ditunda enam bulan sampai dilakukan amendemen perjanjian kerja sama (PKS) antara PAM Jaya dan dua operator. ''Kami minta kenaikan tarif air ditunda enam bulan sampai ada amendemen atau perubahan PKS antara PAM Jaya dan dua mitra asingnya. Dan gubernur mau menerima rekomendasi kami,'' kata Maringan kepada wartawan, kemarin. Menurut Maringan, dasar amendemen PKS mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, dan Peraturan Pemerintah RI No 15 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. ''PKS itu kan dibuat pada 1997-1998 dan banyak klausa yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini. Karena itu, PKS yang merugikan kepentingan rakyat ini perlu diubah.'' Maringan mencontohkan dalam Pasal 6 PP No 15 Tahun 2005 disebutkan air minum harus memenuhi syarat kualitas air minum yang memenuhi standar kesehatan. ''Tapi nyatanya, kan banyak warga yang mendapatkan air yang keruh. Parahnya lagi, mereka tetap harus bayar rekening air. Padahal kalau tagihan listrik kan bisa diklaim,'' katanya. Selain itu, kata Maringan, dalam klausa PKS, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa mengaudit keuangan dua mitra asing tersebut yang mengakibatkan tidak transparannya laporan keuangan mereka. ''Saya minta audit report secara tertulis kepada dua operator saja tidak dikasih. Begitu juga dengan PAM Jaya dan Badan Regulator, kedua instansi itu seperti dipagari oleh dua operator dan tidak mengetahui sama sekali financial report per enam bulan setelah kenaikan tarif. Karena itu, kami minta agar kenaikan ini ditunda,'' kata Maringan. Seruan serupa juga dikatakan Wakil Ketua DPRD DKI Ilal Ferhard. Alasannya, selama ini pelayanan dua operator masih buruk. ''Kami akan meninjau ke lapangan, terkait dengan pelayanan air minum. Tim kecil PAM DPRD yang akan turun ke lapangan, kemudian kami akan membahas hasilnya dalam rapat komisi. Mudah-mudahan, hasilnya bisa didapat dalam waktu sehari-dua hari ini,'' kata Ilal. Pengaduan konsumen Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih memaparkan adanya sejumlah pengaduan konsumen air di Provinsi DKI Jakarta ke YLKI. Berdasarkan data YLKI, terdapat 11% hingga 13% segmen konsumen, atau sekitar 72 ribu pelanggan yang mengalami masalah debit air atau masalah kualitas air yang buruk. "Di mana letak keadilannya? Ketika air tidak pernah mengalir, tetapi tarifnya justru mau dinaikkan?" ucap Indah dalam acara jumpa pers di Sekretariat YLKI, Jakarta, kemarin. Tingginya tingkat pengaduan konsumen air PAM, lanjut Indah, membuat masalah air PAM itu menduduki peringkat tiga besar pengaduan publik ke YLKI. "Berani, tidak, operator memberi pembebasan tagihan pada 72 ribu pelanggan yang tak mendapatkan pelayanan secara layak tersebut, baik dari segi kualitas maupun kuantitas?" tantang Indah. (Ray/*/H-3). Post Date : 05 Januari 2006 |