RENCANA kenaikan tarif air bersih yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai harus rasional dan tidak merugikan pengguna kelas menengah ke bawah. Bila kenaikan berdampak buruk bagi pelangan kecil akan memicu polemik di tengah masyarakat.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, pemprov dan operator air harus memikirkan kembali rencana kenaikan tarif. Kenaikan tarif air harus dikaji dengan sangat mendalam karena menyangkut hajat hidup orang banyak. “Kenaikan harus rasional. Jika ditujukan untuk menyubsidi pelanggan kecil, subsidi harus benar-benar diberikan untuk meningkatkan pelayanan bagi mereka,” kata Tulus, Selasa (15/12).
Menurut Tulus hingga saat ini pelayanan yang diberikan PAM Jaya melalui duaoperator air Palyja dan Aetra belum maksimal. Masih banyak terjadi kebocoran. “Jangan sampai kenaikan itu berdampak buruk pada pelanggan kecil,” katanya.
Anggota Badan Regulator PAM Jaya Riant Nugroho mengatakan, kenaikan tarif air di Jakarta belum bisa dilakukan karena evaluasi rebaising kedua operator PAM, PT Palyja dan PT Aetra belum selesai dilakukan oleh PDAM Jaya. “Evaluasi rebaising (kontrak lima tahunan) harus diselesaikan dahulu. Karena ada aturan IRR (internal rate of return) yang harus diperbarui selama lima tahun sekali, karena akan menentukan besaran water charge (tarif imbalan air) yang juga mempengaruhi besaran kenaikan tarif air,” katanya.
Kepala Humas PT Palyja Meyritha Maryanie mengatakan, kenaikan tarif sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi. Target investasi Palya mencapai Rp195 miliar namun baru terpenuhi Rp100 miliar. “Banyak yang tertunda, padahal permintaan penggunaan air PAM semakin tinggi,” katanya.
Kenaikan tarif akan dilakukan pada pelanggan golongan tarif 4B, tarif ini biasanya dikenakan kepada pemilik gedung bertingkat, seperti hotel dan apartemen yang tarif airnya mencapai Rp 12.550 per kubik. Fauzan Hilal
Post Date : 16 Desember 2009
|