|
Yogyakarta, Kompas - Kekeringan sebagai akibat musim kemarau saat ini mulai dirasakan masyarakat di berbagai daerah, seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Air sumur maupun sumber-sumber air lainnya menyusut drastis dan sebagian warga saat ini mengandalkan pengiriman air bersih untuk keperluan sehari-hari mereka. Terhadap sebagian warga di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta, sejak sepekan terakhir ini sudah dilakukan pengiriman air, yakni di 11 kecamatan di kabupaten yang terletak dalam jajaran Pegunungan Kapur Selatan. Sementara itu, di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, sebagian warga sudah membeli air bersih untuk keperluan sehari-hari. Pengiriman air bersih yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, sejak dimulai Rabu lalu, baru mampu memenuhi kebutuhan sekitar 270 dusun dari 357 dusun. Sisanya diperkirakan akan mendapatkan air paling lambat Rabu pekan ini. Basuki Rochim, Asisten Administrasi Pembangunan Gunung Kidul sekaligus Ketua Satuan Tugas Pengiriman Air, Senin (13/6), menjelaskan, tahun ini pihak pemerintah kabupaten memprioritaskan pengiriman air untuk 19.690 keluarga miskin di 11 kecamatan. Rencananya, pengiriman air bersih itu akan dilakukan hingga Oktober 2005. Kesebelas kecamatan yang mengajukan permohonan pengiriman air adalah Kecamatan Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Girisubo, Semanu, Wonosari, dan Ponjong. Yahmi (45), warga Dusun Karang, Terbah, Patuk, secara terpisah menuturkan, warga desa masih memanfaatkan air dari beberapa sumur gali yang ada di dusunnya. Saat ini sumur-sumur yang berkedalaman sekitar 15 meter di desanya telah menyusut airnya. "Kini kami belum mengantre terlalu lama. Tahun lalu, jika kemarau sudah memuncak, kami mesti datang ke sumur pukul 24.00," ungkapnya. Menurut Yahmi, selama ini daerahnya belum pernah mendapatkan bantuan air bersih dari pemerintah. Satirah (45), warga Ngestirejo, Tanjungsari, menyatakan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga membeli dari penampungan PDAM. Satu pikulan yang terdiri dari dua jeriken harganya Rp 200. Mereka membawa air memakai kereta kecil yang didorong. Di Prambanan Kekurangan air di Kecamatan Prambanan, Sleman, kini meluas. Daerah yang sudah terkena krisis air bersih antara lain Sumberwatu dan Dawangsari, Desa Sambirejo; Dusun Klumprit, Desa Gayamharjo; serta Dusun Parangan, Desa Wukirharjo. Sebagian warga di daerah itu sudah mulai membeli air karena cadangan air di desa tersebut mulai menipis. Sebagian lainnya masih memanfaatkan sumber air yang ada meskipun harus mengantre. "Sumur ini merupakan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di sini. Air sumur hanya boleh digunakan untuk memasak, sedangkan kebutuhan lainnya dipenuhi dari belik (kolam kecil). Sumur ini saya perkirakan hanya akan bertahan hingga Juli," ujar Suyami, warga Dusun Parangan, Desa Wukirharjo, Sleman. Menurut Yamto Waluyo, Kepala Dusun Dawangsari, satu tangki air berisi 5.000 liter harganya Rp 75.000 atau naik Rp 10.000 dari tahun lalu. Harga air setiap tahun naik dan makin membebani warga. Tahun lalu Yamto mengeluarkan Rp 520.000 untuk delapan tangki air. Kekurangan air di Kecamatan Prambanan makin membebani masyarakat karena selama musim kemarau mereka tidak bisa bercocok tanam. Tanaman jagung, cabai, dan padi dipastikan tidak akan bertahan sampai panen. Tanaman itu hanya akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Saat puncak musim kemarau, pakan ternak harus dibeli dari daerah lain dengan harga Rp 170.000-Rp 200.000. Bak penampungan Kondisi serupa dialami warga di sejumlah desa di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Persediaan air bersih di empat kecamatan, yakni Kemalang, Karangnongko, Tulung, dan Jatinom, mulai menipis. Sebagian warga mulai membeli air untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk membantu penyediaan air bersih, Pemerintah Kabupaten Klaten sejak awal Juni ini mulai membagikan air bersih ke 28 desa di empat kecamatan. Kepala Bagian Sosial Pemerintah Kabupaten Klaten Wagiyono menyatakan, warga di empat kecamatan tersebut biasanya menadah air hujan di bak penampungan air untuk persediaan air bersih. Karena hujan tidak turun sejak sebulan terakhir, persediaan air bersih mereka makin menipis dan warga mulai membeli air. Harga tiap tangki air bervariasi, mulai dari Rp 25.000 sampai Rp 60.000 per tangki dengan kapasitas 5.000 liter. Harga per tangki ini tergantung jarak sumber air ke desa tersebut. M Tohir, tokoh masyarakat di Desa Bumiharjo, Kemalang, mengungkapkan, sebagian besar warga Kemalang mulai membeli air. "Kalau irit sekali, tiap tangki dapat digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga dengan empat orang dan tiga ternak sapi selama sebulan," ujarnya. Warga di lima desa di Karangnongko, yaitu Ngemplak, Jiwan, Logede, Gemampir, dan sebagian kecil Kanoman, sekarang mulai membeli air. Di kelima desa tersebut air tanah sulit didapatkan. Kalaupun hendak membuat sumur bor, kedalamannya tidak kurang dari 125 meter. Sumber air gunung Di Kecamatan Selo, Boyolali, warga yang berada di lereng Gunung Merapi dan Merbabu mulai mencari sumber air baru. Menurut Tukul (35), warga Dukuh Gebyok, sejak beberapa pekan terakhir, debit air di bak penampungan menurun drastis. Kemarin bak penampungan berukuran 2 x 3 meter, dengan ketinggian sekitar satu meter, hanya terisi air setinggi tiga sentimeter. Debit air yang mengalir ke bak penampungan ini sangat kecil sehingga warga harus menunggu hingga air bisa diambil dengan gayung dan diisikan ke jeriken. "Beberapa pekan ini warga harus antre cukup lama saat mengambil air di bak penampungan. Untuk pemerataan, masing-masing keluarga dibatasi mengambil air, yakni maksimal 20 liter," tuturnya. Di Jawa Barat kekeringan akibat musim kemarau mulai dirasakan, namun belum diterima laporan mengenai lahan pertanian yang rusak atau puso akibat kekeringan. (ANG/WER/ART/WHY/bay) Post Date : 14 Juni 2005 |