|
JAKARTA - Persoalan utang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia sebesar Rp 5,3 triliun yang tak kunjung usai karena kendala dari kelembagaan PDAM itu sendiri, yang tidak memiliki payung hukum. PDAM seperti menempati rumah secara liar. Ke depan harus jelas bentuk kelembagaan PDAM. "Kita seperti menempati rumah secara liar. Ke depan harus jelas bentuk kelembagaan PDAM," kata Sekjen Departemen Keuangan, Kristiadi di Jakarta baru-baru ini, saat menerima Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Ridwan Syahputra Musagani dalam rangka Musyawarah Antar Perusahaan Air Minum (Mapam) tanggal 28-30 Nopember di Makassar. Dikatakan, PDAM adalah lembaga yang menyediakan produk untuk kebutuhan dasar manusia dan dilindungi UU. Sebab itu perlu dibuat rumusan-rumusan agar perusahaan PDAM menjadi sehat dan bankable. Termasuk didalamnya bagaimana menghilangkan beban utang, aset yang semakin tua, depresiasi yang tinggi, dan memenuhi permintaan yang semakin tinggi sehingga diperlukan outsourcing. Mengomentari persoalan utang PDAM, Direktur Pengembangan Air Minum Departemen Pekerjaan Umum, Pudjastanto mengatakan, itu harus dilihat secara lebih luas karena menyangkut pelayanan masyarakat. "Perlu ada semacam skenario investasi agar masalah utang ini lebih jelas dan barangkali dapat membantu Depkeu," ujarnya. Pemerintah, katanya, telah berkomitmen terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008, PDAM sudah harus memproduksi air minum dan tidak lagi sekedar air bersih. Artinya, air yang dihasilkan PDAM nanti benar-benar sudah bisa langsung diminum. (PR/M-11) Post Date : 15 Oktober 2005 |