|
Nusa Dua, Kompas - Laju deforestasi di Pulau Papua diperkirakan akan semakin tidak terkendali apabila rencana pembukaan hutan alam untuk perkebunan kelapa sawit benar-benar terealisasi. Tingkat alienasi masyarakat setempat di wilayahnya sendiri juga dikhawatirkan akan semakin parah. Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat harus mengkaji rencana itu dari sudut pandang masyarakat setempat. "Kerusakan hutan dan hilangnya keanekaan hayati di Papua akan tetap berlangsung bila kebijakan pemerintah tetap berorientasi pada pembukaan hutan untuk perkebunan sawit demi memenuhi permintaan pasar global. Eksploitasi hutan selama ini terbukti tidak bermanfaat bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat," kata Septer Manufandu, Sekretaris Eksekutif Forum Kerja Sama (Foker) LSM Papua di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim, Rabu (5/12). Septer menyatakan, eksploitasi hutan di Papua terjadi beriringan dengan penghancuran sistem kearifan lokal. Hal itu dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Negara justru gagal melayani dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. "Sawit boleh ditanam di lahan-lahan kritis di Papua dan bukan di hutan alam. Ada tiga juta hektar lahan kritis yang bisa digunakan," kata Septer. Luas hutan di Papua 42,2 juta hektar atau 95 persen dari total daratannya. Dari jumlah itu, 48 persen adalah hutan lindung dan konservasi, 30 persen hutan produksi, dan 22 persen hutan konversi. Hutan di Papua terkenal sangat kaya keragaman hayatinya, bahkan diperkirakan terlengkap di kawasan Asia Pasifik. Taman Nasional Lorentz, misalnya, adalah tempat hidup flora dan fauna endemis. Data LSM lingkungan Greenpeace menunjukkan, hutan Papua berperan besar sebagai paru-paru Bumi, yakni dua persen dari total 10 persen hutan yang masih murni di dunia. Namun, saat ini sembilan juta hektar hutan di Provinsi Papua dan Papua Barat telah diidentifikasi oleh Departemen Kehutanan untuk dikonversi. Menurut Septer, ada dua perusahaan yang siap mengonversinya menjadi perkebunan sawit. Pengelolaan mandiri Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat bertekad mengelola hutan di Tanah Papua secara mandiri dan berkelanjutan. Kini tengah dicari formula untuk mencegah laju deforestasi yang sekaligus memberdayakan masyarakat. Gubernur Papua Barnabas Suebu menyatakan, saat ini pihaknya bekerja sama dengan Papua Barat untuk menyiapkan perangkat pengelolaan hutan. Kebijakan baru itu, antara lain, mencakup pengembalian hak atas hutan kepada penduduk asli, melarang penjualan kayu gelondongan keluar Papua, dan percepatan pengembangan industri kayu rumahan. Dia juga melihat kemungkinan mekanisme perdagangan karbon dari hutan di Papua sebagai alternatif penghentian deforestasi sekaligus sarana peningkatan taraf hidup masyarakat. "Kami akan berdagang karbon. Ketika dana turun, semua akan dikelola secara benar untuk menurunkan kemiskinan masyarakat," ujar Suebu. (BEN) Post Date : 06 Desember 2007 |