BOYOLALI - Krisis air bersih yang dialami warga di lereng Gunung Merapi, wilayah Kecamatan Musuk, semakin menjadi. Sebagian besar wilayah ini mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih.
Kondisi tersebut menggerakkan paguyuban sepeda pancal, Gowes Solo Raya, dengan membantu air bersih, akhir pekan.
Bantuan air bersih tiga tangki diserahkan langsung kepada masyarakat di Balai Desa Sruni. Bantuan diharapkan bisa mengurangi beban masyarakat setempat.
”Kami sering bersepeda dan melihat kondisi masyarakat. Melihat beban warga di Musuk inilah, kami tergerak untuk membantu air bersih,” ujar Luwarno, koordinator Gowes Solo Raya.
Kades Sruni Taryono menyambut positif bantuan air bersih tersebut. Dijelaskan, mayoritas warganya kekurangan air bersih. Bahkan, dari 20 desa yang ada, sebanyak 14 desa mengalami krisis air bersih, yakni Desa Sangup, Jemowo, Sumur, Lampar, Dragan, Karanganyar, Keposong, Karangkendal, Sruni, Cluntang, Lanjaran, Mriyan, Sukorejo, dan Pagerjurang.
Ribuan warga di desa-desa tersebut terpaksa harus membeli air dari pihak swasta untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Pasalnya, di daerah tersebut minim sumber air. Kalaupun ada, warga harus naik turun jurang yang cukup terjal.
Mahal
Harga air berkisar Rp 60 ribu hingga lebih dari Rp 200 ribu per tangki kapasitas 5.000 liter atau 6.000 liter. Harga air per tangki tergantung dari jauh dekatnya lokasi. Semakin jauh maka harganya semakin mahal. ”Sampai Desa Sangup, harganya Rp 220 ribu per tangki,” kata Tarno, sopir truk tangki air bersih.
Menurut Mbah Luwar, sapaan akrab Luwarno, bakti sosial disesuaikan dengan kebutuhan warga. Karena saat ini musim kemarau dan banyak warga yang mengalami krisis air bersih, maka kelompok sepeda Gowes Solo Raya memberikan bantuan air bersih.
Kelangkaan air bersih juga melanda wilayah Kecamatan Juwangi. Sebagian warga terpaksa menggali dasar Sungai Kedungdundu yang airnya telah mengering. Warga mengambil air kotor yang keluar dari lubang dan selanjutnya diendapkan di rumah.
”Sudah sebulan, tidak ada bantuan air bersih. Kami tidak mampu membeli sehingga terpaksa mengambil air sungai,” ungkap Giyanto (50), warga setempat. (G10-85)
Post Date : 26 September 2011
|