Kekurangan Air Bersih Mengancam

Sumber:Kompas - 11 Juli 2007
Kategori:Air Minum
Purwokerto, Kompas - Diperkirakan, 1,4 juta jiwa warga di wilayah Jawa Tengah bagian barat, yang seluruhnya masuk dalam wilayah Badan Koordinasi Wilayah III provinsi itu, terancam kesulitan air bersih pada musim kemarau ini.

Hal itu disampaikan Sekretaris Bakorwil III Djoko Santoso di Purwokerto, Selasa (10/7). Sebanyak 1,4 juta jiwa itu terbagi dalam 306.370 keluarga di 10 kabupaten/kota. "Hanya Kota Pekalongan yang tak terancam kekurangan air bersih selama musim kemarau ini," ujarnya.

Menurut Kepala Bidang Hubungan Antarlembaga Bakorwil III Djoko Supono, setidaknya dibutuhkan 14.000 tangki dengan volume 4.000 liter untuk menutup kekurangan tersebut. Namun, Bakorwil III hanya memiliki 2.700 tangki.

"Karena itu, kami mengemukakan masalah ini langsung ke Pemerintah Provinsi Jateng," ucapnya. Armada yang dimiliki Bakorwil juga belum dapat menjangkau seluruh kabupaten. Oleh karena itu, setiap kabupaten/kota diminta ikut menyediakan armada tangki air.

Saat ini, kekeringan sudah mulai tampak di sejumlah wilayah di Jateng bagian barat. Warga Desa Pahonjean, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, misalnya, mulai membendung Sungai Cijalu. Mereka berharap, air bendungan dapat mengairi 300 hektar sawah yang mulai kering.

Sekdes Pahonjean Mushinin mengakui, Desa Pahonjean pasti mengalami kekeringan setiap tahun, terutama lahan sawahnya. "Upaya masyarakat membendung Sungai Cijalu adalah untuk menyelamatkan padi yang telanjur ditanam," ungkapnya.

Proyek dimulai

Dari DI Yogyakarta, proyek pengadaan air bersih di Kabupaten Gunung Kidul akhirnya dimulai kembali setelah tertunda dua tahun. Proyek yang menggunakan dana hibah dari Jepang sebanyak 1,16 miliar yen atau sekitar Rp 84,6 miliar itu diharapkan bisa menyuplai lebih dari 90.000 jiwa.

Proyek itu merupakan interkoneksi sistem Ngobaran dan Baron. Ngobaran akan dimaksimalkan dengan meningkatkan kapasitas pompa menjadi 3.200 meter kubik (m) per hari. Sedangkan Baron direncanakan berkapasitas maksimal 5.280 m Selain itu, dilakukan peremajaan pipa.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, di sela- sela peresmian proyek, program ini dimulai tahun 2005, tetapi sempat tertunda karena semua perhatian difokuskan pada bencana alam di Aceh.

Meski ada bantuan hibah, pemerintah kabupaten masih diwajibkan berbagi program penyediaan lahan, jalan masuk, sambungan listrik, dan perizinan dengan nilai Rp 4,9 miliar.

Program air bersih ini diharapkan meringankan beban masyarakat. Setiap kemarau, sebagian warga harus keluar dana Rp 125.000 untuk membeli air.

Bribin

Djoko juga berharap pengangkatan air dari sungai bawah tanah Bribin di Sindon, Dadapayu, Kecamatan Semanu, selesai akhir 2008. Pembuatan dam utama di dalam goa berkedalaman 100 meter itu terganggu gempa bumi tahun 2006. Sejumlah bebatuan sempat runtuh dan membentuk bendungan yang mengganggu pembangunan dam utama.

"Runtuhan sudah selesai dibersihkan. Batu yang runtuh telah diledakkan dan dibuang," kata Djoko.

Pembangunan dam utama telah rampung dan tinggal tahap memasang turbin untuk menaikkan air sebanyak 80 liter per detik untuk memenuhi kebutuhan air bagi sekitar 80.000 warga.

Mengenai kebutuhan air bagi warga di luar Gunung Kidul, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, pihaknya tengah mencari alternatif. Untuk sebagian daerah yang kering di Kulon Progo akan diambilkan dari Kali Progo.

"Yang di Prambanan belum, tetapi itu harus ditangani sendiri meskipun nanti sebagian sudah ada. Perlu dicari alternatifnya," ujar Sultan. (MDN/WER)



Post Date : 11 Juli 2007