|
Gunung Kidul -- Kekeringan di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, meluas dalam beberapa hari terakhir. Akibatnya, 210 ribu warga kesulitan mendapatkan air bersih. Pasokan air bersih dari pemerintah tidak menjangkau seluruh warga. Sebagian penduduk terpaksa mengkonsumsi air telaga, yang kotor dan keruh. Kekurangan air bersih ini juga membuat peternak kambing menjual ternaknya untuk membeli pakan. "Kondisi ini ibarat kambing makan kambing," kata juru bicara Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Supriyanto, di Gunung Kidul kemarin. Kekeringan kali ini melanda 30 persen dari total penduduk 750 ribu jiwa. Menurut Supriyanto, dari 18 kecamatan yang mengalami kekeringan, kondisi di 11 kecamatan di antaranya sangat parah. Kecamatan itu adalah Tepus, Panggang, Saptosasi, Rongkop, Tanjungsari, Purwosari, Gedangsari, Girisubo, Karangmojo, Ponjong, dan Semanu. Warga yang terpaksa mengkonsumsi air telaga adalah warga Desa Hargosari dan Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari. Kepala Desa Hargosari Subardi menyatakan bak penampungan air hujan sudah lama tak berair. Beberapa telaga, yang menjadi sumber air, juga sudah mengering. Air yang keluar dari telaga, kata dia, sangat keruh dan sebenarnya tidak layak dikonsumsi. Namun, karena terpaksa, warga nekat mengkonsumsi air yang kotor tersebut. "Kami sudah mengajukan permintaan pasokan air, tapi memang belum mencukupi," katanya. Sedangkan ratusan warga Kecamatan Panggang, Gunung Kidul, harus berebut air dari pipa perusahaan daerah air minum yang bocor. PDAM setempat hanya mengalirkan air tiga kali dalam seminggu. "Warga yang rumahnya jauh terpaksa memikul (air) dengan berjalan kaki," katanya. Hal ini dilakukan karena harga air dari penjual swasta mencapai Rp 140 ribu per tangki (kapasitas 5.000 liter). Sementara itu, Departemen Pertanian menyiapkan anggaran Rp 1,05 triliun untuk menghadapi kekeringan di 460 kabupaten/kota di Indonesia. Dana itu untuk memperbaiki waduk serta pengembangan dan perbaikan irigasi. "Untuk 2008, anggaran pengelolaan lahan dan air naik menjadi Rp 1,1 triliun," kata Direktur Jenderal Pengolahan Lahan dan Air Departemen Pertanian Hilman Manan di Solo, Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian, kata Hilman, kondisi sejumlah waduk di Indonesia belum mengkhawatirkan. "Belum sampai pada tahap pengoperasian siaga I," katanya. Karena itu, sebagian besar waduk yang ada masih bisa dimanfaatkan warga. Meski demikian, dia meminta warga tetap waspada dan menghemat penggunaan air. Sementara itu, di Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten meminta nelayan tidak melaut sampai kondisi cuaca membaik. Saat ini gelombang di perairan Selat Sunda dan selatan Banten cukup tinggi, mencapai dua meter, sehingga membahayakan nelayan yang melaut. Edi Kelana, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Banten, menyatakan laut di selatan Banten berbahaya bagi semua jenis kapal nelayan. "Ombak diperkirakan di atas 3,5 meter," katanya. Kondisi ini semakin berbahaya karena kecepatan angin yang tinggi. syaiful amin | anas syahirul | faidil akbar Post Date : 26 Juli 2007 |