|
GARUT, (PR). Tak turunnya hujan selama beberapa minggu terakhir membuat sebagian besar warga Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, kesulitan air. Warga tak hanya kesulitan air untuk mengairi lahan pertaniannya, namun mereka juga kesulitan memperoleh air untuk keperluan sehari-hari, termasuk air minum. Ancaman merebaknya penyakit kulit pun mulai dirasakan sebagian warga, terutama anak-anak. Kesulitan air paling kentara terlihat di sekitar Desa Cibunar dan Desa Karyamukti Cibatu. Kekeringan juga dialami desa lainnya meski tak separah di dua desa tersebut. Pemandangan antrean di sekitar sumur umum pada tiap kampung sering terjadi setiap pagi. Malah, kebanyakan warga harus mengorbankan waktu tidurnya saat dini hari agar tak kehabisan air sumur yang sangat terbatas. Tak hanya itu, selokan dangkal di sekitar kampung senantiasa dipadati ibu-ibu untuk mencuci karena sumurnya tak berair. "Saya biasanya mengambil air sebelum salat subuh. Itu pun cuma bisa dua ember. Air itu kemudian disimpan di dalam tong dan dibiarkan selama semalam. Kalau tidak, baunya tidak sedap," kata Cucu (37), salah seorang warga Kp. Salam Desa Cibunar yang ditemui "PR", Sabtu (27/8) pagi. Menurutnya, air di sumur umum biasanya sudah habis diambil warga hingga pukul 7.00 WIB. Kebutuhan air untuk mencuci juga tak dapat dipenuhi dari air sumur. Warga di dua desa itu terpaksa membawa cuciannya ke selokan dari mulai hulu hingga hilir. Tak jarang, jika air di selokan di pinggir kampung sudah terlalu kotor maka warga Cibunar maupun Karyamukti pergi mencari selokan lain di luar desanya yang airnya masih bersih. Pengakuan warga, sejumlah anak-anak mereka telah mengalami gatal-gatal sejak mengonsumsi air keruh dari sumur mereka. Meski gejala terjadinya diare di daerah itu belum tampak, penyakit kulit scabies yang menjadi langganan daerah Cibatu setiap tahun menjadi ancaman warga saat ini. Bantuan air minum dari PDAM Garut juga dinilai warga kurang efektif. Dikatakan salah seorang tokoh masyarakat Cibunar, H. Makmun (60), bantuan air bersih dari PDAM hanya menjangkau warga di sekitar pinggir jalan. Sementara warga yang berada agak jauh dari jalan raya selalu kehabisan air hingga kembali harus bergantung pada air sumur yang sangat minim tersebut. Ratusan hektare sawah dan ladang di desa tersebut terlihat kering. Para petani mengaku, tahun ini mereka hanya menanam padi sebanyak satu kali pada awal tahun ini. Seharusnya, bulan-bulan ini adalah saat mereka panen padi untuk kedua kalinya. Tak turunnya hujan selama beberapa minggu terakhir membuat para petani tak bisa menanami sawahnya. Ratusan hektare Data dari Desa Cibunar dan Karyamukti menunjukkan bahwa terdapat ratusan hektare sawah dan ladang yang terancam kekeringan. Dikatakan Kepala Desa Cibunar, Ii Sukandi, luas sawah di wilayahnya mencapai 202 hektare dan luas kebun mencapai 165 hektare. Menurut Ii, hampir semua sawah dan ladang di desanya mengalami kekeringan. Hal senada dikatakan Kepala Desa Karyamukti, Dede Oren. Seluas 250 hektare sawah dan 150 hektare kebun di Karyamukti, ujar Dede, mengalami nasib yang sama dengan desa tetangganya itu. Bahkan, tutur Dede, kekeringan tak hanya ditemukan di dua desa tersebut, melainkan juga terlihat jelas di desa lainnya seperti Sindangsuka dan Sukalilah. Secara terpisah, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kab. Garut, Ir. Miftahul Rachmat, M.Si., mengatakan bahwa persawahan di daerah Cibatu adalah tadah hujan. Menurutnya, kekeringan di wilayah ini telah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Data hingga Juni terakhir saja, ujar Miftah, kekeringan di seluruh Cibatu mencapai 140 hektare. (A-124) Post Date : 28 Agustus 2005 |