|
DI SISI timur puluhan sapi dimandikan. Hanya selang beberapa meter, wanita-wanita desa mandi dan mencuci. Di sebelahnya, beberapa laki-laki menenteng blek untuk mengambil air. Sepanjang musim kemarau ini, Telaga Jaten, satu-satunya telaga yang masih menyimpan banyak air di Desa Banjarejo memang selalu riuh. Orang mengambil air untuk diminum. Wanita-wanita mencuci pakaian dan sekaligus mandiri bertenger di pinggir telaga. Pokoknya satu telaga rame rame (Sagame). Telaga ini memang satu-satunya andalan warga Jaten dan sekitarnya, kata Mugiman (40) yang ditemui KR saat hendak mengambil air minum, Kamis (3/8). Banyaknya warga yang memanfaatkan air telaga ini membuat air telaga yang sudah keruh semakin keruh. Tetapi mereka tak begitu peduli. Yang penting dapat ikut ambil air telaga yang dari kota Kecamatan Tanjungsari berjarak 6 km ini. Memang tak semua warga Banjarejo mengambil air telaga ini untuk diminum. Mereka yang mampu, membeli air dari pedagang air. Harga satu tanki Rp 75 ribu. Sehingga bagi yang tidak mampu, tentu kesulitan untuk membeli air. Apalagi harta yang mereka miliki sekarang hanya gaplek. Harga satu kilo gram gaplek Rp 500. Jika harus membeli air satu tanki dengan menjual gaplek, berarti harus menjual sebanyak 1,5 kuintal. Sementara mereka harus berhemat menjual hasil pertanian itu untuk stok pangan. Karenanya tidak sedikit warga yang memilih mengambil air telaga kemudian dijernihkan di bak-bak penampungan di rumah. Setelah diendapkan, beberapa waktu dan tampak jernih, kemudian direbus untuk diminum. Secara teoritis memang tidak sehat. Karena di telaga tersebut banyak endapan kotoran sapi, limbah cucian pakaian dan sebagainya. Tetapi kenyataannya hingga sekarang tidak ada warga yang terserang penyakit serius. Jika hanya batuk dan flu memang biasa, tambahnya. Mereka agaknya sudah kebal. Karena kekeringan sudah menjadi bagian kehidupannya sehari-hari di musim kemarau. Karenanya tidak heran, telaga yang keruh dan padat dengan berbagai limbah ini tetapi diburu untuk sekitar 3.500 warga Pedukuhan Jaten dan sekitarnya. Mereka tidak ada pilihan lain, kecuali mengambil air telaga jika uang tidak tersedia. Bahkan, sekarang pakan ternak juga sudah tak tersedia. Sehingga kebutuhannya tak hanya soal air minum, tetapi juga pakan ternak. Sementara ini masih memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan ternak. Tetapi jika limbah pertanian habis, bukan tidak mungkin untuk memberikan pakan ternak dengan cara menjual ternak. Cepat atau lambat, ternak akan makan ternak. Ini memang kanibalis klasik di musim kemarau. Camat Tanjungsari Sumaryadi SH mengakui kekeringan yang melanda wilayahnya sudah semakin kritis. Pipa-pipa air yang diharapkan dapat mengalirkan air kini sudah tak lagi berfungsi. Sehingga warga tinggal mempunyai dua pilihan, yang mampu membeli air yang tidak mampu, mengambil air di telaga. Bahkan tidak banyak telaga yang masih menyimpan air. Hanya telaga Jaten yang luasnya sekitar 3 hektar tersebut masih dapat diandalkan. Kedalaman airnya masih sekitar 1,5 meter. Tetapi airnya memang sudah keruh. Tetapi sekeruh apapun telaga tersebut masih menjadi salah satu gantungan harapan ribuan warga sekitar untuk mendapat air. (Ewi)-b. Post Date : 05 Agustus 2006 |