|
Serdang Bedagai, Kompas - Sedikitnya 11.680 hektar sawah irigasi di empat desa di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, kekeringan sehingga petani kesulitan menanam padi. Hal itu karena debit air dari saluran irigasi primer Sungai Ular yang selama ini jadi sumber pengairan ternyata sudah tidak memadai. Sejumlah petani menyatakan kepada Kompas bahwa menurunnya debit irigasi tersebut terjadi sejak adanya penambangan pasir di Sungai Ular, pada tahun 1999 lalu, sehingga seiring dengan penurunan dasar sungai, ketinggian air tidak mampu lagi mencapai pintu saluran irigasi. "Penggalian pasir di Sungai Ular menyebabkan sungai semakin dalam sehingga muka air turun dan tidak mampu mencapai pintu saluran irigasi. Sebelum adanya penggalian pasir, sawah di sini tidak pernah kekeringan. Petani bisa menanam padi 2-3 kali dalam setahun. Kini, untuk bisa panen padi sekali dalam setahun dengan hasil yang baik pun susah," kata belasan petani dari Desa Kisaran, Kecamatan Pantai Cermin, yang ditemui Sabtu (11/6). Desa-desa di Serdang Bedagai yang sawahnya mengalami kekeringan di antaranya Pulau Gambar, Bendang, Perbaungan, dan Buluh Swadaya. Keempat desa itu selama ini mendapat aliran irigasi primer dari Sungai Ular. Kekeringan juga melanda sedikitnya 10 desa lain di Kecamatan Pantai Cermin, yang mendapat jatah saluran irigasi sekunder. Total sawah yang kekeringan akibat tak memadainya saluran irigasi Sungai Ular diperkirakan puluhan ribu hektar (ha) sehingga memengaruhi nasib puluhan ribu petani. Sewa pompa Para petani di desa-desa tersebut kini terpaksa mengairi sawah dengan membuat sumur gali dan memompanya dengan pompa sewaan sehingga mereka harus mengeluarkan biaya tambahan. Sebagian petani yang tak mampu menyewa pompa akhirnya membiarkan sawahnya terbengkalai dan memilih mencari pekerjaan lain. "Untuk mengairi sawah seluas empat rantai selama sehari (sekitar 1.600 meter persegi) biayanya Rp 60.000. Banyak dari petani yang tidak mampu menyewa pompa dan membiarkan sawahnya kering. Satu kali musim tanam minimal kita harus memompa air ke sawah empat kali. Jika tidak diairi dengan air pompa, tanaman apa pun tidak bisa tumbuh karena tanah merekah. Jangankan padi, jagung saja tidak bisa tumbuh," kata Amir, petani dari Desa Terjun, Kecamatan Pantai Cermin. Hamparan sawah yang ditumbuhi rerumputan atau dibiarkan retak-retak terlihat menghampar di desa-desa tersebut, Sabtu lalu. Hamparan padi yang sudah ditanam para petani juga terlihat tidak sehat dan banyak yang mati karena kekurangan air. Sementara itu saluran irigasi di sekitar areal persawahan juga terlihat kering. Padahal debit air di Sungai Ular terlihat masih deras. Jangka panjang Kini penambangan pasir yang dilakukan secara besar-besaran pada periode 1997-2004 itu memang berhenti setelah pada akhir tahun 2003 lalu para petani yang menolak penambangan liar di Sungai Ular pernah membakar satu alat berat yang dipakai mengeruk pasir dari sungai. Barak pekerja yang tidak jauh dari lokasi penambangan waktu itu juga hangus dibakar massa. Tetapi, dampak penambangan tersebut masih dirasakan para petani hingga kini. "Seharusnya pemerintah yang telah mengizinkan penambangan tersebut membangun bendungan di Sungai Ular agar air bisa kembali masuk ke dalam saluran irigasi. Jika tidak, nasib petani di sini akan makin miskin karena sawah-sawah kekeringan," ujar Amir(aik) Post Date : 13 Juni 2005 |