|
Solo, Kompas - Terus berlangsungnya musim kemarau membuat kebutuhan air bersih di beberapa tempat yang kekeringan semakin dirasakan mendesak. Di beberapa daerah yang mulai merasakan dampak kekeringan, seperti di Wonogiri, warganya harus membeli air bersih dengan harga cukup mahal. Kepala Seksi Penyelamatan dan Rehabilitasi Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Wonogiri Sri Ngubadi mengakui, bantuan air bersih dari Pemerintah Kabupaten tidak bisa mencakup seluruh kebutuhan warga. "Warga yang mampu membeli kebutuhan air bersih sendiri. Yang kurang mampu harus puas dengan jatah air yang kurang dari biasanya. Misalnya, biasanya kebutuhan sehari 20 liter per jiwa, sekarang hanya bisa dipenuhi sekian persen saja," ungkapnya, Rabu (13/9). Warga pun, kata Sri Ngubadi, terpaksa menjual kambing atau ternak lainnya untuk membeli air yang harganya per tangki mencapai Rp 90.000. "Apalagi sekarang musim hajatan, butuh banyak uang untuk itu karena warga desa tidak bisa lepas dari kewajiban sosial di sekitarnya," tambahnya. Menanggapi ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) II yang meliputi eks Karesidenan Surakarta dan Kedu berjanji mencairkan bantuan dana air bersih pada pekan ini. "Untuk Bakorwil II jumlahnya Rp 212 juta. Ditargetkan minggu ini sudah bisa cair dan masuk rekening masing-masing kepala daerah seperti prosedur," jelas Rajimin dari Bidang Pengembangan Bakorwil II mewakili Kepala Bidang Pengembangan Basori. Dana sejumlah itu akan diberikan ke sebelas kabupaten yang ada di Kedu dan Surakarta. Dua kota, Solo dan Magelang, tidak mendapat jatah bantuan. Besar bantuan bervariasi, bergantung kebutuhan masing-masing disesuaikan dengan jumlah penduduk di daerah yang kekeringan. Dana terbesar Rp 74.900.000 diberikan untuk Wonogiri, disusul Kebumen, dan Boyolali dengan jumlah bantuan lebih kecil. "Di urutan terakhir Wonosobo, Temanggung, dan Kabupaten Magelang. Masing-masing dapat Rp 7 juta," jelas Rajimin. (eki) Post Date : 14 September 2006 |