|
[CILACAP] Puluhan ribu penduduk Jawa Tengah, terutama di Cilacap dan Kebumen, mulai kesulitan air bersih. Dampak musim kemarau mulai dirasakan oleh warga di daerah selatan Jawa Tengah, belakangan ini. Di Cilacap sedikitnya 5.132 keluarga atau sekitar 23.000 jiwa kini menderita karena kekurangan air bersih. Bantuan air dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap tidak bisa dipastikan kedatangannya mengingat jumlah mobil tangki air terbatas. Jumlah desa yang menderita krisis air terus bertambah. Sedangkan di Kebumen krisis air dialami sekitar 71.010 penduduk. Bupati Cilacap Probo Yulastoro ketika dikonfirmasi Pembaruan, Senin (3/7) pagi mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan bantuan air bersih secara gratis kepada ribuan warga. Saat ini sekitar 5.132 keluarga yang membutuhkan bantuan air bersih. Mereka tersebar di puluhan desa di sejumlah kecamatan. Di Kecamatan Bantarsari, sekitar 206 keluarga menunggu bantuan air, di Kawunganten 2.923 keluarga, Gandrungmangu 983 keluarga, Kedungreja 489 keluarga, Patimuan 949 keluarga, dan Kota Cilacap 228 keluarga. Kurangnya suplai air dari pemkab membuat banyak warga Kampung- laut dan Kawunganten yang terpaksa berperahu ke tepian Pulau Nusakambangan untuk mengambil air bersih di Desa Kleces. Di Kabupaten Kebumen, warga yang menderita krisis air bersih mencapai 71.010 jiwa. Mereka tersebar di 80 desa di 13 kecamatan, yakni Karangsambung, Alian, Karanganyar, Sruweng, Pejagoan, Padureso, Rawakele, Kebumen Kota, Prembun, Buayan, Poncowarno, Karanggayam, dan Sempor. Terbatasnya kiriman air dari Pemkab Kebumen membuat banyak warga terpaksa mencari air sampai ke gua-gua di kaki gunung kapur di Gombong Selatan. Prakiraan BMG Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), seluruh wilayah di Pulau Jawa sudah memasuki musim kemarau dan terancam kekeringan, meskipun di wilayah lain masih turun hujan dengan intensitas tinggi. Namun, sejumlah waduk di Pulau Jawa belum menunjukkan angka siaga kekeringan. Pada tahun sebelumnya debit air beberapa waduk besar menurun di bawah batas normal dan melampaui batas siaga kekeringan. Kepala Pusat Sistem Data Informasi Klimatologi dan Kualitas Udara BMG Soeroso Hadiyanto, Senin pagi, menyebutkan, sejumlah wilayah Jawa bagian utara akan mengalami curah hujan di bawah normal, seperti Banten, Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat hingga Tegal, Pantura Jawa Timur dari Sidoarjo hingga Banyuwangi, serta Madura bagian Selatan. Sedang bagian selatan Pulau Jawa masih akan mengalami curah hujan normal. Curah hujan ini akan menurun hingga puncak musim kemarau, yang diperkirakan pertengahan Juli dan awal Agustus. Kondisi ini selain mempengaruhi ketersediaan air bersih untuk konsumsi, juga untuk pertanian. Kondisi daerah aliran sungai (DAS), yang menjadi kunci utama dalam permasalahan banjir dan kekeringan tidak diperbaiki. Berdasarkan catatan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2005, terjadi penurunan luas hutan di seluruh wilayah Indonesia. Sejumlah wilayah yang kondisinya kritis tidak diperbaiki dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, belakangan ini sejumlah wilayah yang sebelumnya tidak dikategorikan rawan banjir dan longsor berubah menjadi daerah yang tingkat kerawanannya tinggi. Dari 62 DAS yang dikategorikan kritis, 17 di antaranya berada di Pulau Jawa, sehingga tidak bisa menyuplai kebutuhan air di beberapa waduk di Pulau Jawa. Selama 2005 terdapat tujuh waduk yang sempat mengalami debit air di bawah normal. Di antaranya, Waduk Cirata, Saguling, Kedungombo, dan Karangkates. Pada puncak kekeringan waduk-waduk itu melampaui batas siaga kekeringan, yang mengganggu sektor pertanian dan penyediaan energi. [WMO/T-4/K-11] Post Date : 03 Juli 2006 |