|
KEBUMEN--Air kini menjadi barang langka dan berharga bagi masyarakat di Kebumen dan Cilacap, Jawa Tengah. Puluhan ribu warga di kedua daerah tersebut kini sibuk mencari air. Ke gunung, bukit, dan tempat-tempat lain yang diduga mengucurkan air kini menjadi objek pencarian air. Sulitnya mendapatkan air, karena kedua daerah itu mulai dilanda kekeringan. Mereka rela berjalan kaki atau bersepeda berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan air bersih. Karena makin sulitnya memperoleh air, warga pun mulai mengadu kepada pemerintah setempat. Saat ini sekitar 71 ribu penduduk di 80 desa di Kebumen dilaporkan kesulitan mendapatkan air bersih. Sementara di Cilacap ada sekitar 5.200 kepala keluarga atau sekitar 25 ribu jiwa juga mengalami hal yang sama. ''Kami sampai kewalahan melayani permintaan bantuan air dari masyarakat, apalagi dana yang kita alokasikan untuk keperluan pengadaan air itu sangat sedikit,'' kata Bupati Kebumen, Rustriningsih, kepada wartawan, Jumat (9/9). Menurut Bupati, pemkab hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 55 juta atau setara dengan 846 tangki air. Satu tangki berisi sekitar 5.000 liter. Mengingat permintaan akan air bersih yang terus melonjak, Rustriningsih mengaku telah meminta bantuan dana tambahan kepada Gubernur Jateng. ''Alhamdulillah Pak Gubernur membantu dana Rp 26 juta atau setara 409 tangki,'' jelasnya. Rustriningsih khawatir, jika hanya karena keterbatasan dana, rakyatnya yang tinggal di 13 kecamatan tidak lagi mendapatkan pasokan air. Oleh sebab itu, ia berencana akan meminta bantuan kepada pemerintah pusat. Menurutnya, saat ini 80 ribu penduduk di Kebumen mengandalkan air dari bantuan pemkab. Data yang dihimpun Republika dari Dinas Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Kebumen menyebutkan, 13 kecamatan yang kekurangan air bersih adalah Karangsambung dengan 7 desa, Alian (7 desa), Karanganyar (5 desa), Sruweng (11 desa), Pejagoan (9 desa), Padureja (6 desa), dan Rowokele (9 desa). Kemudian Kebumen Kota (2 kelurahan), Prembun (2 desa), Buayan (2 desa), Poncowarno (6 desa), Karanganyar (5 desa), serta Sempor (9 desa). Pelaksana harian Kepala Bagian Humas, Adi Nugroho, menyatakan droping bantuan air dilakukan setiap hari. Menurutnya, pemkab mengoperasikan empat unit mobil tangki, dan dalam sehari, satu armada mampu melayani dua kali. Sartini (42 tahun), penduduk Desa Rowokele, menyatakan kesulitan air bersih tahun ini sangat parah. Karena sejumlah mata air yang tahun lalu masih mengalir, sekarang sudah tidak lagi aktif. Ibu tiga anak ini mengaku, tahun lalu ia sempat mencari air sampai ke daerah Sempor yang memiliki sejumlah mata air. Namun mata air itu kini tidak mengalir lagi. Disebutkan, kini banyak penduduk yang terpaksa mengurangi mandi. Jika biasanya mandi sehari dua kali, sekarang hanya sekali. Bahkan terkadang dua hari sekali. Untuk mandi pun, lanjutnya, warga harus pergi ke sungai yang airnya semakin kecil. ''Sekarang benar-benar sulit. Tumpuan kami hanya pada bantuan pemerintah. Kalau tidak ada, ya kita tak minum dan mandi,'' ungkapnya. Di Cilacap, kesulitan air bersih juga dirasakan sedikitnya 5.200 KK atau sekitar 25 ribu jiwa. Mereka umumnya bermukim di daerah barat Kota Cilacap. Yaitu di Kecamatan Bantarasari, Kawunganten, Gandrungmangu, Kedungreja, Cilacap Utara, dan Patimuan. Di luar kecamatan yang sudah resmi meminta bantuan air bersih, menurut Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sumaryo, ada enam kecamatan lagi yang masuk kategori rawan air. Keenam kecamatan yang kini mulai terancam air bersih itu, menurut Sumaryo, adalah Jeruklegi, Sidareja, Nusawungu, Karangpucung, Kampung Laut, dan Kroya. Hingga kemarin, pemkab telah mendistribusikan sebanyak 110 tangki air ke desa-desa. ''Setiap hari sebanyak 10 tangki dari lima armada yang disiapkan disalurkan ke penduduk yang membutuhkan,'' ujarnya. (wab ) Post Date : 10 September 2005 |