Kawasan Bakau Itu Pun Jadi "Hutan'' Sampah

Sumber:Suara Pembaruan - 07 April 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Bali terkenal dengan wisata budaya dan baharinya, namun di provinsi ini terdapat taman hutan raya (tahura) menarik, yakni hutan bakau (mangrove) seluas 1.373 hektare. Hutan yang dibuat atas kerja sama dengan Pemerintah Jepang itu terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Kuta (Kabupaten Badung).

Hutan yang penuh dengan kekayaan alam itu di bawah pengawasan Balai Pengelolaan Hutan Bakau Wilayah I Departemen Kehutanan. Menurut Kepala Balai Pengelolaan Hutan Bakau Wilayah I, Sasmitohadi, sebelum dibuat hutan bakau, kawasan ini masih berupa tambak dan lahan-lahan pantai yang rusak, sehingga apabila terjadi bencana tsunami ketika itu, sangat riskan bagi Provinsi Bali.

"Barulah pada 1993, Dephut berupaya merehabilitasi kawasan tersebut, bekerja sama dengan pemerintah Jepang melalui JICA. Sejak itulah hutan bakau itulah mulai ada," kata Sasmitohadi baru-baru ini.

Dia mengungkapkan, keberadaan hutan bakau ini tidak hanya menjadi aset Bali, atau pun Indonesia, tetapi juga menjadi aset internasional. Karena hampir setiap hari selalu dikunjungi wisatawan dari luar negeri, bahkan hingga saat ini ada mahasiswa Jerman yang sedang melakukan penelitian di sana.

Di dalam hutan bakau tersebut, terdapat berbagai jenis binatang dan tumbuhan, di antaranya biawak, kepiting, udang, burung-burung, dan tumbuhan laut lainnya. Yang terpenting, kata dia, keberadaan hutan bakau ini bisa mengurangi bahaya bencana tsunami.

Sampah

Namun sangat disayangkan, hutan yang menjadi aset bangsa dan dunia itu, kini dipenuhi oleh sampah. Menurut Sasmitohadi, hampir setiap hari pihaknya mengangkut tiga hingga empat truk sampah dari hutan tersebut.

Pemantauan Pembaruan di Waduk Muaran yang berada di kawasan hutan tersebut, banyak "menghasilkan" sampah bagi hutan bakau tersebut. Padahal di waduk tersebut sudah terpasang alat penyaring sampah otomatis yang nilai proyeknya miliaran rupiah.

Tetapi kenyataan ketika berada di lokasi itu, alat penyaring milik sebuah badan usaha milik negara (BUMN) itu tidak berfungsi. Menurut salah seorang operatornya, Edi Wiyono, alat tersebut sudah dua hari tidak berfungsi karena kehabisan oli (pelumas).

Namun beberapa sumber menyebutkan, alat penyaringan sampah otomatis tersebut tidak berfungsi sejak pemasangannya di tahun 2005 lalu. Tetapi hal itu dibantah Kasubdin Sumber Daya Air Dinas PU Pemprov Bali Suraadnyana yang mengemukakan, alat penyaring sampah otomatis itu masih berfungsi. Banyaknya sampah, ujar dia, karena tanggul di sana jebol akibat banjir beberapa waktu lalu.

Sejak tidak berfungsinya itulah, sampah-sampah dialirkan ke hutan bakau sehingga kawasan tersebut terlihat penuh sampah. Menurut Sasmitohadi, keberadaan sampah ini menjadi perhatian serius pihaknya, karena jika dibiarkan akan membunuh biota yang ada, serta pohon-pohon di hutan tersebut. Karena itulah pihaknya berharap alat penyaring sampah tersebut berfungsi maksimal.

Selain itu pihaknya akan melakukan pertemuan dengan instansi-instansi terkait, dan tokoh-tokoh masyarakat dalam penanganan sampah tersebut. "Penanganan sampah ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus secara terpadu. Karena itu sudah jelas sampah ini sangat mengganggu," kata dia.

Selain instansi-instansi terkait, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan pun perlu ditingkatkan. Biar bagaimana pun sampah-sampah itu berasal dari masyarakat.

Yang jelas, sampah memang menjadi momok yang menyebalkan bagi setiap warga, sebab keberadaan sampah sangat berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan. Karena itu, sebaiknya sebuah proyek yang mengeluarkan miliaran rupiah yang berasal dari kantung masyarakat, paling tidak bisa dijalankan secara maksimal, dengan demikian bisa meminimalisasi banyaknya sampah. [Pembaruan/Steven S Musa/Nyoman Mardhika]



Post Date : 07 April 2007