Bogor, Kompas - Kerusakan lingkungan dan perubahan fungsi lahan yang terus terjadi di daerah hulu Ciliwung menyebabkan terjadinya banjir tahunan di permukiman penduduk di sekitar Bendung Ciliwung Katulampa di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.
Setiap musim hujan, puluhan rumah warga di sisi timur bangunan bendung selalu kebanjiran akibat luapan sungai tersebut.
Endang Budi, Ketua RT 03 RW 09 Kelurahan Katulampa, Minggu (18/1), menjelaskan, sejak tahun 2007 sekitar 20 rumah di wilayah RT-nya, yang terletak di sisi timur Bendung Katulampa, dilanda banjir setiap kali turun hujan deras di kawasan Puncak.
”Sebelumnya luapan air Ciliwung jarang terjadi. Kalaupun pernah, periodenya bisa berselang belasan tahun,” katanya.
Ia menambahkan, ancaman banjir muncul karena kawasan Puncak yang rusak. Setiap hujan, banyak pohon tumbang yang terbawa arus sungai sampai ke Bendung Katulampa.
”Karena itu, warga di sini minta supaya turap di sepanjang tepi Ciliwung menjelang Bendung Katulampa ini ditinggikan sekitar 50 sentimeter supaya luapan airnya tidak sampai membanjiri rumah warga,” papar Endang.
Burhanudin, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Katulampa, mengatakan, ancaman banjir juga selalu dihadapi sekitar 50 keluarga warga RT 01 RW 15. Bersama beberapa wilayah kelurahan lain di sekitarnya, yakni Kelurahan Tajur, Sukasari, dan Baranangsiang, wilayah Kelurahan Katulampa juga rawan longsor akibat aliran Ciliwung yang semakin deras.
Masih menurut Burhanudin, alih fungsi lahan yang tidak terkendali juga terus berlangsung di di wilayah Katulampa sendiri dan ikut menimbulkan ancaman.
Dari seluruh luas wilayah Kelurahan Katulampa, yakni 491 hektar, hanya tinggal sekitar 50 hektar yang tersisa sebagai lahan pertanian. Sekitar 50 hektar digunakan sebagai permukiman warga kampung, sementara 70 hektar lahan pertanian sudah berubah menjadi kompleks perumahan. Lahan sisanya, meski masih digarap petani, sudah dikuasai sejumlah perusahaan real estat yang juga akan membangun perumahan.
Sumur resapan
”Untuk mengatasi ancaman banjir, warga kampung sudah mulai membuat sumur-sumur resapan, secara swadaya maupun dengan bantuan pemerintah. Seharusnya warga Jakarta juga gencar membuat sumur resapan,” ujar Burhanudin.
Sementara itu, Edi Setiadi (38) dan Ny Idah (48), warga RT 1 RW 12, Kelurahan Sindangrasa, Bogor Timur, juga mengungkapkan kondisi Sungai Ciliwung yang banyak berubah dibandingkan dengan saat mereka kecil atau remaja.
”Dulu ketika masih anak-anak, kami berani terjun ke Ciliwung dari atas jembatan bendung, Waktu itu, kalau terjun, kepala atau badan kita tidak akan sampai ke dasar bendung karena airnya dalam. Sekarang mana ada yang berani. Kepala bisa hancur karena airnya dangkal, sekitar setengah meter saja,” kata Edi. (ELN/LKT/RTS/MZW/WAS/ RZF/NEL/MUK/YUL)
Post Date : 19 Januari 2009
|