Katulampa, Peringatan Dini Banjir Jakarta

Sumber:Kompas - 04 Februari 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Bendung Katulampa selalu disebut-sebut setiap kali Jakarta dilanda banjir seperti sekarang. Banyak warga Ibu Kota mengira Katulampa sebagai tempat pengaturan volume air Sungai Ciliwung yang dialirkan ke Jakarta. Banyak orang menduga, di sanalah "disetel" apakah air Ciliwung bakal mengalir tenang atau meluap- luap dan menimbulkan banjir.

"Padahal, kami sama sekali tidak bisa mengatur debit air Ciliwung yang akan mengalir ke Jakarta lewat Depok. Kami di sini hanya mengukur ketinggian air," kata penjaga Bendung Katulampa, Andi Sudirman Hazein.

"Katulampa itu bendung, bukan bendungan yang bisa menahan air dalam volume yang besar, seperti di Bendungan Cirata, Saguling, atau Jatiluhur," lanjut pria 40 tahun itu di pos penjaga Bendung Katulampa, Bogor, Kamis (1/2).

Di Katulampa hanya ada mercu bendung, konstruksi beton rendah yang dibangun di dasar dan melintang di sepanjang lebar Ciliwung 82,5 meter. Mercu bendung berfungsi sebagai landasan untuk menetapkan titik nol dalam pengukuran tinggi air.

"Tinggi normal air Ciliwung di sini 80-100 sentimeter (cm). Kalau lebih dari itu, artinya debit air mulai besar akibat hujan di daerah Puncak," kata Andi lagi. Saat itu ia sibuk menerima kontak telepon dari macam-macam pihak, termasuk warga Jakarta yang tinggal di sepanjang Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Mereka ingin tahu tinggi air terakhir di Katulampa.

Di Bendung Katulampa juga ada satu pintu air yang dapat dibuka-tutup dan mengalirkan air lebih banyak ke hilir Ciliwung. "Akan tetapi, pintu air hanya digunakan dalam pengurasan sedimen di sekitar bendung. Pintu hanya dibuka sekali-sekali untuk menghanyutkan sedimen lumpur di dasar sungai agar tak terjadi pendangkalan. Jadi, bukan untuk mengatur besar-kecilnya volume air Ciliwung yang akan dialirkan ke Jakarta," papar Andi.

Jika tinggi air Ciliwung sudah mencapai 80 cm, penjaga Bendung Katulampa langsung menetapkan status siaga IV dan wajib melaporkannya ke Jakarta. Ketinggian 80 cm menandakan debit air Ciliwung sudah cukup besar dan bisa mengakibatkan banjir di Jakarta. "Kami harus segera menginformasikannya karena dalam waktu enam jam, air besar di Katulampa itu akan tiba di Jakarta," tambah Andi.

(Pada Sabtu siang kemarin, ketinggian air di Bendung Katulampa mencapai 250 cm, tetapi hingga tulisan ini dibuat belum diketahui dampak yang ditimbulkan terhadap Jakarta).

Sistem peringatan dini

Bendung Katulampa mulai dioperasikan pada tahun 1911. Akan tetapi, pembangunannya sudah dimulai pada tahun 1889 setelah Jakarta, yang waktu itu masih bernama Batavia, dilanda banjir besar pada 1872. Banjir saat itu dikabarkan membuat daerah elite Harmoni ikut terendam air luapan Ciliwung.

Belanda membangun bendung di Katulampa dengan tujuan untuk mengukur debit air Ciliwung yang akan mengalir ke Batavia. Hal itu dimaksudkan sebagai semacam sistem peringatan dini agar kemungkinan banjir bisa segera diketahui diantisipasi para pejabat tinggi pemerintahan Hindia-Belanda.

Namun, tujuan lain pembangunan infrastruktur pengairan di Bogor bagian timur itu adalah untuk keperluan irigasi. Di Katulampa, sebagian air Ciliwung dialirkan lewat pintu air ke Kali Baru Timur, saluran irigasi yang dibangun pada waktu yang sama. Dari Bogor bagian timur, sungai buatan itu mengalir ke Jakarta, di sepanjang sisi Jalan Raya Bogor, melalui Cimanggis, Depok, Cilangkap, sebelum bermuara di daerah Kali Besar, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Air Kali Baru Timur dulu dipakai untuk mengairi sawah yang banyak terdapat di daerah antara Bogor dan Jakarta.

"Sampai tahun 1990, areal persawahan di Bogor dan Jakarta masih banyak, yakni 2.414 hektar. Sekarang sawah hampir habis. Di Bogor dan Cibinong tinggal 72 hektar. Di Jakarta malah sudah tak ada sama sekali," ujar Andi yang bersama Acih, penjaga lain Bendung Katulampa, adalah karyawan Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisedane, Bogor.

Fungsi irigasi Bendung Katulampa bisa dikatakan sudah berakhir akibat punahnya areal persawahan di Bogor dan Jakarta. Dengan begitu, fungsinya kini tinggal sebagai bagian dari sistem peringatan dini bahaya banjir bagi warga Jakarta. mulyawan karim



Post Date : 04 Februari 2007