|
JAKARTA -- Pimpinan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengaman Pantai Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (PBPP-PIPWSCC), Bambang Sutjipto, mengungkapkan, kapasitas Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, sudah melebihi ambang batas. Sejak dibangun pemerintah Hindia Belanda tahun 1920 silam, pintu air ini hanya diproyeksikan menangani debit air hingga 340 m3 per detik. Tapi saat ini, debit airnya sudah mencapai 550 m3 per detik. Mengatasi masalah tersebut, pihaknya mengusulkan untuk menambah dua pintu (lubang) di pintu air tersebut. Selain menambah dua lubang pintu air, areal bendung juga diperlebar. Pengerjaan fisik untuk menambah debit air ini diperkirakan menelan dana Rp 24 miliar. ''Pembangnannya kita usulkan secepatnya, mengingat ancaman banjir terus mendera Jakarta,'' ujar Bambang Sutjipto kepada wartawan, Kamis (21/10) Hanya saja dia belum bisa memastikan kapan pengerjaan fisik penambahan pintu air tersebut. Yang pasti, katanya, desain pembangunan fisik penambahan dua pintu air tersebut sudah selesai dibuat. Secara teknis dia menjelaskan, dua lubang pintu air itu nantinya berukuran panjang 11 meter dengan lebar 6 meter. Bambang yang didampingi Asisten Teknik PBPP, Djaya Sukarno optimis, penambahan dua lubang pintu di pintu air tersebut akan memiliki kapasitas debit air hingga 500 m3 per detik. Dia menceritakan, pembangunan bendungan yang dibuat pemerintah Hindia Belanda dulu ditujukan tidak semata untuk penanganan banjir. Juga untuk keperluan irigasi pertanian dan sarana transportasi air khususnya di Karet- Pejompongan. "Jangan lupa pembangunan bendung kala itu juga didasarkan dengan kondisi saat itu dimana jumlah penduduk masih sedikit," katanya. Bambang menyebutkan, proyeksi musim hujan di Jakarta berdasarkan ramalan BMG akan terjadi pada Januari hingga Februari. Pada saat itulah, ancaman banjir bisa menimpa warga. Mengacu data statistik, katanya, awal-awal hujan ditandai degan tingkat curah hujan kurang dari 50 mm per hari. Pada awal musim hujan ini, daerah cekungan dan sungai belum penuh. Termasuk kondisi tanah belum jenuh air, sehingga tingkat penyerapan masih tinggi. Namun, pada bulan berikutnya daerah cekungan dan sungai sudah mulai dipenuhi air. " Hujan sedikit saja bisa mengancam warga,"katanya. Guna menghindari terjadinya bencana, pihaknya sudah mengupayakan deteksi dini. Salah satunya dengan mengoperasikan pesawat radio dan telemetri. Telemetri, jelasnya merupakan salah satu alat pengukur ketinggian air di sungai. Alat yang bekerja otomatis ini memberikan data ketinggian air serta proyeksi ke depan. "Saat ini up-dating data dari telemetri dilakukan setiap satu jam sekali. Pada puncak musim hujan, telemetri ini akan mengupdating data setiap 15 menit sekali," katanya. Dengan adanya data cepat itu, warga dan aparat diharapkan bisa melakukan persiapan menghadapi bencana banjir. Telemetri sendiri sudah dipasang di 22 stasiun pintu air di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Laporan : man Post Date : 22 Oktober 2004 |