Kapan Kota Bandung Bebas Banjir Cileuncang?

Sumber:Pikiran Rakyat - 14 November 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
ANDA sering geram karena kendaraan roda dua atau roda empat Anda terjebak dalam genangan air di jalan saat hujan turun? Atau rumah dan pekarangan Anda bahkan menjadi langganan limpasan air got yang terus- menerus mampet? Percayalah, Anda tidak sendiri. Rasa geram dan kesal terhadap banjir cileuncang sudah menjadi milik sebagian besar warga Kota Bandung.

Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung, Rusjaf Adimanggala, mengatakan, ada tiga penyebab utama terjadinya banjir cileuncang. Pertama, perubahan tata guna lahan, baik di kawasan Bandung bagian utara maupun Bandung bagian selatan. Dulu di Bandung bagian utara seperti kawasan Dago, Setiabudi, Tubagus Ismail, rumah-rumah umumnya memiliki halaman depan dan belakang yang terbuka. Bahkan tidak sedikit yang memiliki kolam, sawah sebagai embung-embung air. Sekarang, lahan itu sudah diubah menjadi rumah, tempat parkir sehingga banyak resapan air yang hilang, ujarnya.

Berkurangnya kawasan resapan air menjadikan air hujan langsung mengalir ke jalan raya, terlebih drainase yang ada pun sudah tidak memenuhi syarat. Sementara di Bandung bagian selatan, banyak lahan eks irigasi berubah menjadi perumahan. Akibatnya, air kehilangan tempat mengalir dan meluap hingga ke jalan raya.

Penyebab kedua, imbuh Rusjaf, adanya aktivitas PKL dan pasar tumpah yang menjadi penyumbang sampah utama yang memadati sebagian besar gorong-gorong. Aktivitas Pasar Simpang Dago ditengarainya menjadi cikal bakal terjadinya banjir di persimpangan Jln. Ir. H. Juanda dan Jln. R.E. Martadinata (simpang Kimia Farma-red). Sementara PKL Jln. Sumatra dinilainya sebagai penyumbang kemampetan gorong-gorong pertigaan Jln. Aceh dan Jln. Kalimantan.

Selain itu, banjir cileuncang juga tak bisa dihindarkan seiring banyaknya perubahan drainase, termasuk penyempitan dan penutupan brangang (saluran air antarbangunan-red). Saat ini, sebagian besar brangang telah berubah menjadi bangunan atau berada di bawah bangunan. Padahal, brangang inilah yang berjasa untuk mengalirkan air dari selokan ke kali.

Dengan ditutup atau disempitkannya brangang, air yang seharusnya mengalir ke kali pun terbendung dan berbalik ke jalan raya. Belum lagi kali yang ada pun terjadi penyempitan dan pendangkalan akibat banyaknya bangunan liar di sekitarnya, tambahnya.

Selokan raksasa

Jalan Kopo, merupakan salah satu langganan banjir cileuncang paling parah akibat penyempitan Kali Citarip. Bahkan, saat hujan gerimis terjadi kurang dari setengah jam saja, Jln. Kopo, khususnya ruas perempatan Jln. Soekarno-Hatta hingga simpang Jln. Lingkar Selatan, tak bisa dilewati motor dan kendaraan roda empat jenis sedan.

Selain itu, jalan raya di sekitar lokasi pasar tradisional seperti Jln. Rajawali Barat dan Jln. Arjuna (dekat Pasar Ciroyom-red), Jln. Surapati (dekat Pasar Cihaurgeulis-red) serta Jln. Sudirman (dekat Pasar Andir-red) hampir dipastikan menjadi langganan banjir cileuncang. Pasalnya, gorong-gorong di dekat sana dipenuhi sampah hasil aktivitas pasar.

Saat maintenance rutin, di dalam gorong-gorong dipenuhi botol, kayu bekas jongko atau peti buah-buahan, kursi, bantal, ban mobil, bahkan kasur! tuturnya.

Banjir cileuncang tak hanya terjadi di pinggiran kota. Pusat kota pun tak pernah luput disergap genangan air yang terjebak di jalan raya. Tengok saja perempatan Jln. Aceh - Jln. Sumatra serta antara Jln. Aceh- Jln. Kalimantan.Genangan terjadi karena gorong-gorong di sepanjang jalan atau yang menyeberangi jalan-jalan itu dipadati sampah.

Air juga sering kali meluap dari gorong-gorong di perempatan Jln. Ir. H. Juanda - Jln. R.E. Martadinata (simpang Kimia Farma-red) dan di ujung Jln. Purnawarman - Jln. Wastukancana serta di persimpangan antara ujung Jln. R.E. Martadinata dan Jln. Wastukancana. Begitu juga di Jln. Siliwangi dan simpang Jln. Dipati Ukur - Jln. Teuku Umar.

Kalau kita telusuri, di hulu jalan-jalan tersebut pasti ada aktivitas PKL atau pasar tumpah. Maintenance kita akhirnya berpacu dengan produk sampah yang dihasilkan setiap hari, ujar Rusjaf.

Meluapnya Kali Cikapayang, yang membelah wilayah Kota Bandung, juga menyebabkan beberapa ruas jalan rajin disambangi banjir. Apalagi, di beberapa titik, lokasi kali sudah berada di bawah bangunan atau dalam got tertutup.

Akibatnya, saat hujan turun, Jln. Sulanjana, sebagian Jln. R.E. Martadinata, Jln. Lembong, Jln. Tamblong dan Jln. Naripan tergenang air. Kuncinya, lagi-lagi ada di masalah sampah di dalam gorong-gorong dan juga adanya bangunan di atas Kali Cikapayang, sehingga sulit dilakukan pemeliharaan. Bagaimana mau melakukan pemeliharaan, untuk masuk orang saja sulit karena posisi kali menjadi di bawah bangunan, tambahnya.

Bebas sampah

Idealnya, penanganan banjir cileuncang dilakukan berkoordinasi dengan dinas instansi terkait termasuk Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, Dinas Pengairan, dan PD Kebersihan.

Kuncinya masalah sampah. Jangan lagi membuang sampah di jalan atau trotoar yang kemungkinan besar menjadi masuk ke gorong-gorong. Selain itu, jangan ada lagi bangunan di atas berm dan kali sehingga memudahkan pemerintah melakukan pemeliharaan dan pengawasan, ujarnya.

Pelaksanaan Perda No. 3 Tahun 2005 tentang K3, menurutnya, merupakan salah satu solusi. Dalam perda tersebut, membuang sampah sembarangan, PKL dan membangun di atas kali dan berm dapat dikenakan sanksi yang tegas. Pelanggaran yang terjadi sebelum perda tersebut diberlakukan, menurutnya, tetap harus ditegakkan.

Selain itu, sejumlah kali termasuk yang melintasi wilayah perkotaan seperti Kali Cikapayang, Sungai Cikapundung, dan Kali Citarip, sudah saatnya dinormalisasi. Normalisasi sungai sudah tentu harus dibarengi penegakan aturan soal membuang sampah dan mendirikan bangunan.

Dengan terus terjadinya banjir cileuncang, kita memang patut geram dan kesal. Tapi bukan berarti kita lantas berdiam diri. Pemerintah harus terus didorong dan diingatkan untuk tegas dan konsisten dalam menegakkan aturan, serta memiliki political will untuk melindungi warganya. Karena banjir, besar ataupun kecil, selalu merugikan kita semua. (Uwie/PR)

Post Date : 14 November 2005