|
Garut, Kompas - Air comberan yang dikonsumsi oleh warga Kampung Pangkalan dan Sukadanuh, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, terbukti mengandung bakteri tinggi. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut menyarankan agar warga tidak seharusnya mengonsumsi langsung air tersebut. Bahkan, meskipun warga terpaksa menggunakan air tersebut, disarankan hanya untuk mencuci tangan saja. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut drg Arya Tarmadi MKes saat ditemui di kantornya, Kamis (28/10), menjelaskan, pihaknya memaklumi keadaan warga Wanaraja yang sampai sekarang masih kekurangan pasokan air bersih. "Mereka dapat mengonsumsi air comberan itu, tetapi mereka harus melakukan kaporitisasi terlebih dulu sebelum dikonsumsi," kata Arya. Tingginya bakteri air yang dikonsumsi warga Wanaraja diketahui berdasarkan hasil laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, tanggal 21 Oktober 2004 lalu. Kandungan coliform pada air comberan tersebut mencapai 2.400 per 100 mililiter air. Sampel yang diambil merupakan air comberan pada tanggal 18 dan 19 Oktober lalu. Padahal, batas kewajaran coliform pada air bersih yang dapat digunakan sehari-hari untuk diminum setelah masak mencapai 10 per 100 mililiter air untuk air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sementara itu, untuk air bukan PDAM tercatat 50 per 100 mililiter air. Batas tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Menurut beberapa warga Wanaraja, sampai sekarang mereka masih minim informasi mengenai penjernihan air comberan dengan proses kaporit maupun tawas. Selama ini warga hanya mengendapkan air tersebut pada bak-bak mandi dan ember sekitar semalam. Namun, warga lainnya sudah melakukan penaburan bubuk yang dibeli di pasaran. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui apa jenis bubuk tersebut, kecuali untuk menjernihkan air saja. Belum cukup Menurut Arya, penjernihan yang dilakukan dengan alat bantuan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu masih belum cukup. Alasannya, larutan yang dipakai hanya menggunakan tawas butek saja. "Tawas itu hanya menjernihkan air comberan saja. Sedangkan kandungan bakterinya belum mati," ujar Arya menjelaskan. Rencananya, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut akan segera membagikan dan menyosialisasikan pemakaian kaporit kepada warga secara gratis. Soal dampak dari mengonsumsi air comberan, menurut Arya, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh, misalnya terhadap kecerdasan anak-anak, karena kemungkinan mereka telah mengalami mutasi gen atau kekebalan tubuh. "Mereka menjadi kebal terhadap kuman karena sudah terbiasa menggunakan air comberan itu. Dengan demikian, tubuh mereka sudah tidak merasakan gangguan kesehatan," ungkapnya. Untuk ketinggian dan jauhnya sumber air menjadi kendala gagalnya PDAM Kabupaten Garut memasang saluran air bersih ke Wanaraja. "Bahkan, kami pernah akan membeli mata air yang diperdagangkan secara perorangan di daerah tersebut. Namun batal karena debit airnya tidak mencukupi jika dibarengi dengan mengairi sawah," kata Kepala Sub-Bagian Distribusi PDAM Kabupaten Garut Suherman. Kendala lain, ujar Suherman, ketinggian lokasi rumah warga mencapai 250 meter, sedangkan kemampuan PDAM hanya mencapai 70 meter. Selain itu, lokasi sumber air Cigaruhguy di Kecamatan Sucinaraja mencapai sekitar tujuh kilometer. Oleh karena itu, ujar Suherman, PDAM memerlukan pompa lebih dari satu unit. Namun, untuk hal itu memerlukan dana ratusan juta rupiah. (AYS) Post Date : 29 Oktober 2004 |