Jakarta, Kompas - Kampung Pulo, kawasan langganan banjir di Jakarta Timur, Kamis mulai pukul 21.00 digenangi air setinggi pinggang orang dewasa. Pada Jumat (20/11) pagi, genangan surut. Namun, warga tidak ingin dipindahkan dari tempat tinggal mereka meski banjir terus mengancam.
”Paling-paling hanya akan membuat gatal-gatal sebentar,” ujar beberapa warga.
Banjir akibat meluapnya Sungai Ciliwung itu merupakan peringatan bagi warga dan Pemerintah Provinsi DKI akan datangnya banjir rutin di Ibu Kota. Warga RT 03 RW 03 Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Herry (27) dan Sarbiati (49), menyatakan, banjir mulai surut hari Jumat pukul 07.00.
”Biasa Mas. Tidak ada persiapan apa-apa, sudah biasa. Pada musim hujan, banjir datang dua pekan sekali. Banjir bandang datang lima tahun sekali, tahun 1996, 2002, dan 2007. Kalau dunia belum kiamat, banjir bandang akan datang tahun 2012,” ucap Herry yang lahir dan besar di Kampung Pulo.
Sarbiati yang berjualan gado-gado di mulut gang menambahkan, ”Mengungsi sebentar, tiduran, dan banjir surut lagi.”
Masih normal
Di mulut gang terpasang papan pengumuman yang menjelaskan bahwa ketinggian air Sungai Ciliwung di Depok saat genangan datang adalah 150 sentimeter. Pada saat bersamaan, ketinggian air di Pintu Air Katulampa, Bogor, 50 sentimeter, sementara di Pintu Air Manggarai, Jakarta Pusat, 700 sentimeter.
”Itu artinya masih normal,” kata Herry. ”Yang kami waspadai jika datang banjir kiriman dari Bogor,” ujar Awang, Ketua RW 02.
Sekretaris Kelurahan Kampung Melayu Suganda mengatakan, daerah terparah banjir terletak di RW 01 dan 02. ”Dari delapan RW di Kelurahan Kampung Melayu, hanya RW 07 yang tidak terkena banjir,” ujarnya.
Wakil Wali Kota Jakarta Timur Asep Syarifudin yang dihubungi kemarin membenarkan, warga Kampung Pulo tak mau dipindahkan dari tempat tinggal mereka. ”Pemerintah sudah beberapa kali menawarkan kepada warga rencana relokasi, tetapi mereka menolak. Kami pun akhirnya menyerah,” tutur Asep.
Cipinang
Selain di Kampung Pulo, sebagian warga di lingkungan Kelurahan Cipinang Besar Selatan, persis di ujung hulu banjir kanal timur, Kebon Nanas, juga menganggap banjir di tempat mereka hal yang biasa.
Warga RT 09 dan RT 12 di RW 06, misalnya, sudah terbiasa rumah mereka terendam banjir hingga setinggi satu meter akibat meluapnya Kali Cipinang. ”Kalau banjir lima tahunan, air bisa setinggi tiga meter. Saat seperti itu kami mengungsi,” ucap Narti (54), warga RT 09, saat ditemui di rumahnya kemarin.
Jumat (13/11), banjir telah datang di kawasan tempat tinggalnya. Rumah Narti dan 200 rumah lainnya terendam air setinggi satu meter lebih karena luapan air Kali Cipinang. Dari tujuh sungai di Jakarta Timur, empat di antaranya menjadi sumber genangan air. Empat sungai itu adalah Kali Ciliwung, Cipinang, Sunter, dan Kali Baru Timur.
Jakarta Timur memiliki prasarana pengendalian banjir, di antaranya tujuh waduk. Ketujuh waduk itu adalah Waduk Pulomas, Munjul, Cilangkap, Aneka Elok Penggilingan, Surilang, Cibubur, dan Waduk Bea Cukai. Daerah ini juga memiliki pompa air, seperti pompa air di Waduk Pulo Mas, Bidara Cina, RW 11 Kramat Jati, Terowongan Cawang Cililitan, dan DI Panjaitan. Selain itu, terdapat pula sembilan situ.
Namun, Asep mengakui, fasilitas penanggulangan banjir itu belum mampu membuat Jakarta Timur terhindar dari banjir. ”Persoalan utamanya memang jaringan saluran pembuangan yang sebagian besar tidak berfungsi,” ujarnya. (WIN)
Post Date : 21 November 2009
|