|
BEKASI-Para pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, di antaranya Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Dedy Juanda dan Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Dudy Setiabudi mengakui, hingga kini masih saja terjadi pembuangan limbah tinja ke Kali Bekasi secara sembunyi-sembunyi. Pengakuan serupa diamini Camat Bantar Gebang Yayan Yuliana. Lokasi pembuangan limbah tinja itu, di antaranya di Kampung Pangkalan 2A dan Pangkalan 1 yang termasuk Kota Bekasi. Hal serupa terjadi di Kampung Pangkalan 7 dan Pangkalan 10, yang masuk wilayah Kabupaten Bogor. Biasanya, kata Camat Yayan saat ditemui SH, Senin (10/11), para sopir mobil pengangkut tinja tersebut sengaja membuang limbah tinja pada malam hari mulai pukul 23.00 WIB. “Kami sudah pernah melarang, tetapi ada warga setempat yang justru minta limbah tinja dibuang ke badan kali dengan membayar sejumlah uang,” ujar Yayan. Adanya “jaminan” dari oknum warga sangat membantu sopir atau pengusaha penyedot tinja karena mereka tidak perlu membayar mahal seperti jika membuang ke Instalasi Pengolah Limbah Tinja (IPLT). Menurut Dudy Setiabudi, jumlah sopir yang membuang limbah tinja ke Kali Bekasi sudah berkurang. “Hanya sopir nakal saja yang masih membuang limbah tinja ke sungai itu. Namun, itu adalah kenyataan yang sulit dibasmi,” ujar Dudy beralasan. Anehnya, seperti diungkapkan seorang pejabat Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, yang membuang limbah tinja ke kali bukan hanya sopir penyedot tinja swasta, melainkan juga sopir yang mobilnya berpelat merah. Prokasih Inilah kenyataan betapa buruknya kualitas air Kali Bekasi. Ditambah lagi, limbah pabrik dari wilayah Kabupaten Bogor juga mencemari kali ini. Hal itu terjadi karena air Kali Bekasi merupakan pertemuan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi Bogor. Jadi, sejak dari hulu air Kali Bekasi sudah tercemar. Padahal, air Kali Bekasi—yang bersumber dari Kali Cikeas dan Kali Cileungsi Bogor dan menyatu dengan air dari Kali Tarum Barat (Kali Malang) di Bendung Prisdo Kota Bekasi—merupakan proyek kali bersih (prokasih) yang menjadi sumber air bersih bagi warga Ibu Kota Jakarta yang diolah Pemda Jakarta serta bagi warga Kota Bekasi yang diolah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bekasi. Pembuangan limbah tinja ini sudah bertahun-tahun. Saking parahnya tingkat pencemaran di Kali Bekasi, hanya ikan sapu-sapu yang mampu bertahan hidup. Pencemaran di sungai tersebut semakin menjadi-jadi karena banyak warga sepanjang sungai sengaja membuang sampah ke badan sungai, termasuk pembuatan WC cemplung di tepi sungai. Jadi, tidak heran jika saat musim kemarau air Kali Bekasi terlihat agak kehitam-hitaman akibat limbah tinja yang sudah menyatu dengan air. Dudi mengatakan, campuran limbah tinja manusia di Kali Bekasi dan Kali Malang jauh lebih rendah dibanding Sungai Cliwung Jakarta. Tingkat pencemaran e-coli di Sungai Ciliwung Jakarta jauh lebih parah. Namun, Pemda Jakarta masih tetap dapat mengolah air tersebut menjadi air bersih untuk masyarakat Jakarta. Diperkirakan, untuk Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat tingkat pencemaran e-coli antara 80.000 sampai 100.000 MPN/100 mll air. Padahal, ambang batas e-coli untuk bahan baku air bersih hanya 1000 MPN/100 mll air. Pencemaran yang tinggi dalam kandungan air Kali Bekasi juga dibenarkan Direktur Utama PDAM Bekasi Dana Satria. Sejauh ini, pihaknya masih dapat mengolah air itu menjadi air bersih dan layak dikonsumsi setelah dilakukan pengolahan. Namun, dalam proses pengolahan harus menggunakan bahan kimia yang lebih banyak untuk menjernihkan air, termasuk untuk membunuh bakteri, karena semakin tinggi tingkat pencemaran di dalam air, semakin banyak bahan kimia yang dipergunakan. Saat musim hujan seperti saat ini, dipastikan limbah tinja tidak beritu terlihat akibat luapan air kiriman dari Bogor. Saat inilah yang diduga kuat sebagai waktu bagi banyak pengusaha—yang pabriknya berlokasi di sisi Kali Cikeas, Kali Cileungsi, dan Kali Bekasi—membuang limbah secara besar-besaran dari pabrik ke badan sungai dan membuat pencemaran semakin tinggi. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja pernah menyebutkan, pencemaran terbesar di Jawa Barat terdapat di Kabupaten Bandung, Kota Administratif (Kotif) Cimahi, Kabupaten Karawang, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, serta Kabupaten Majalengka. Jonder Sihotang Post Date : 11 November 2008 |