Gunung Slamet tidak hanya menjanjikan keindahan alam. Ratusan sumber air yang vital bagi kehidupan juga berasal dari sana. Namun, alih fungsi lahan besar-besaran menjadi ladang sayuran kini mengancam keberadaan sumber air.
Kabut masih tebal saat Muryanto, warga Desa Kutabawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, melintas di pos pendakian Bambangan, di punggung timur Gunung Slamet, Rabu (22/4). Berbalut kaos tebal, celana panjang kumal dan memanggul cangkul, Muryanto menuju ladang kentangnya.
Muryanto tak sendirian. Sejauh mata memandang, di lereng Gunung Slamet bagian timur terhampar ladang sayuran. Bahkan, ladang semacam meluas sampai di desa-desa di Kecamatan Mrebet dan Karangreja, Purbalingga.
Hutan yang dulu membalut lereng gunung, kini beralih menjadi guratan garis melingkari bukit dari lembah sampai puncak. Ladang-ladang itu menggerus hutan rakyat, hutan produksi, hingga hutan lindung.
Petani menanam mulai dari kentang, kubis, seledri, wortel, labu, hingga buah stroberi. Sejumlah warga Desa Kutabawah menuturkan, alih fungsi lahan mulai terjadi pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an.
Ketua Mahardika Centre Purbalingga, Heru Hariyanto, mengungkapkan, ada 1.126 hektar lahan hutan lindung dan hutan produksi di lereng Gunung Slamet yang telah beralih fungsi menjadi ladang sayuran.
Sayuran menjanjikan keuntungan sangat besar bagi warga. Dari hasil ladang, warga membangun rumah, naik haji, dan membeli kendaraan roda empat.
Di balik kesejahteraan warga, alih fungsi lahan di lereng Gunung Slamet menyimpan persoalan lingkungan. Diperkirakan 40 persen dari 75 anak sungai yang bersumber dari gunung ini kini berangsur mati.
Heru mengatakan, lereng Gunung Slamet merupakan daerah tangkapan air. Alih fungsi lahan mengganggu resapan air hujan di hutan tersebut.
Warga bukannya tak menyadari persoalan itu. Namun, mereka tak punya pilihan lain untuk bertahan hidup. "Mau bagaimana lagi, orang sini makannya dari situ (ladang sayuran)," kata Purwanto (40), petani di Desa Kutabawah.
Kepala Administrasi Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur, Subroto, beberapa waktu lalu menyatakan, alih fungsi lahan tanaman keras menjadi ladang sayuran di lereng Gunung Slamet bagian timur mengancam ketersediaan sumber air di Purbalingga
Setidaknva ada 19 obyek wisata terancam akibat menipisnya sumber air. Antara lain air terjun, pemandian, pemancingan, dan tempat rekreasi air lain.
Untuk itu pemerintah bersama warga perlu memikirkan alternatif pengganti tanaman sayuran yang membuat warga terjamin kesejahteraannya tanpa merusak alam. Bila tidak, bukan hanya air yang menghilang, bencana pun bisa datang dari Gunung Slamet. (M Burhanudin)
Post Date : 23 April 2009
|