Kabupaten Kutai Barat Sudah seperti Lautan

Sumber:Kompas - 15 April 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Sendawar, Kompas - Meluapnya air dari hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, hingga Kamis (14/4) kemarin masih membuat sekitar 120.000 warga Kabupaten Kutai Barat terisolasi banjir. Kondisi serupa dialami sekitar 30.000 warga (5.234 keluarga) Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, akibat meluapnya air Sungai Barito.

Di Kabupaten Kutai Barat setidaknya delapan jembatan putus dihantam banjir dan 190 desa di 19 kecamatan masih tergenang air. Berdasarkan pemantauan dari udara kemarin, batas-batas Sungai Mahakam yang lebarnya sekitar 400-700 meter sudah tidak terlihat lagi karena air sungai naik sekitar tujuh meter dan menggenangi wilayah di sekitarnya.

Sejauh mata memandang yang terlihat hanya hamparan air, bukan lagi seperti danau, tetapi lebih mirip laut. Di beberapa bagian, pepohonan hanya terlihat pucuk-pucuknya. Rumah panggung-yang tinggi panggungnya sekitar dua meter-dan terbuat dari kayu serta jauh dari bibir sungai juga terendam hingga air masuk ke dalam rumah. Sejumlah rumah juga tampak ambruk diterjang banjir yang menghanyutkan balok-balok kayu. Ribuan penduduk masih mengungsi ke perbukitan yang dianggap aman dari terjangan banjir.

Kemarin sebagian besar karyawan tidak bisa masuk kerja karena rumah dan jalan menuju kantor mereka kebanjiran. Anak-anak sekolah sudah lebih dari seminggu ini diliburkan karena rumah atau sekolah mereka terendam air yang perlahan-lahan naik seiring dengan turunnya hujan.

"Banjir kali ini merupakan yang paling parah di Kutai Barat sepanjang sejarah," kata Wakil Bupati Kutai Barat Ismael Thomas, setelah memberikan bantuan beras, mi instan, gula pasir, dan bahan kebutuhan pokok lainnya kepada masyarakat korban banjir di Kecamatan Barongtongkok.

Kerugian Rp 380 miliar

Menurut Ismael, berdasarkan pendataan terakhir, dari 21 kecamatan di Kabupaten Kutai Barat yang terletak sekitar 480 kilometer dari Kota Balikpapan, 19 kecamatan terendam. Hanya dua kecamatan yang luput dari bencana banjir, yakni Kecamatan Sekolak Darat dan Kecamatan Ligang Bigung.

Empat kecamatan sampai saat ini bahkan tidak bisa dijangkau melalui darat dari ibu kota Kabupaten Kutai Barat. Keempat kecamatan itu adalah Kecamatan Lawa, Bongan, Jempang, dan Bentian Besar. "Sekitar 70 persen fasilitas kesehatan dan pendidikan juga lumpuh karena terendam air," kata Ismael.

Oleh karena itu, pemberian bantuan kesehatan kepada korban banjir tidak bisa dilakukan di puskesmas, tetapi melalui posko-posko kesehatan darurat yang dibangun seadanya dari terpal plastik.

Masyarakat korban banjir juga menjadi semakin merana karena aliran listrik padam akibat lima unit pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dilanda banjir. Kelima PLTD itu masing-masing terletak di Kecamatan Long Bagun, Long Hubung, Long Iram, Datah Bilang, dan Kecamatan Muara Pahu.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat Stanislaus Liah mengatakan, air telah merendam sekitar 42 bangunan SD, 10 bangunan SMP, dan tujuh bangunan SMA.

Camat Melak Arifin Nanang mengatakan, setiap desa di Kecamatan Melak rata-rata mengalami kerugian sekitar Rp 2 miliar. Hal itu dihitung dari kerusakan jembatan serta padi siap giling yang rusak akibat dilanda banjir.

Ismael Thomas mengatakan, jika setiap desa korban banjir yang jumlahnya 190 desa masing-masing mengalami kerugian sekitar Rp 2 miliar, jumlah kerugian akibat bencana meluapnya Sungai Mahakam itu sekitar Rp 380 miliar. "Sampai saat ini kami belum menerima bantuan apa pun dari pemerintah provinsi, apalagi dari pemerintah pusat. Mungkin bencana yang merenggut enam jiwa ini dianggap kecil," ujarnya.

Ia mengatakan, yang paling mendesak saat ini adalah bantuan beras karena hampir semua lumbung beras masyarakat di Kutai Barat tak bisa diselamatkan dari banjir. Kalaupun ada gabah yang bisa diselamatkan, tetap saja tak bisa digiling karena tempat penggilingan padi juga masih terendam.

Takut bulan purnama

Akibat tidak adanya tempat untuk mengungsi dan semua wilayah di Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, terendam air, sekurangnya 5.234 keluarga (sekitar 30.000 jiwa) terpaksa tidur di atas papan yang dibuat darurat di dalam rumah. Banjir di tepi Sungai Barito ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.

Pemantauan di Kecamatan Kuripan, sekitar 80 kilometer dari Banjarmasin, kemarin, rumah-rumah panggung di tepi Sungai Barito yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah itu sudah terendam hingga satu setengah meter.

Transportasi yang ada hanya jukung (perahu dayung) dan kelotok (perahu bermesin), sedangkan kendaraan bermotor diungsikan ke tempat tinggi.

Camat Kuripan Noor Efansyah mengatakan, ribuan warga di Kuripan terpaksa tidur di papan yang ditinggikan. Semua rumah di kecamatan itu terendam air, termasuk rumah dinas camat, Kantor Kecamatan Kuripan, dan stasiun transmisi TVRI yang berada di tempat tinggi.

Semua sekolah yang ada di Kuripan, sebanyak sembilan SD dan dua SMP, terpaksa diliburkan. Kepala Dinas Pendidikan Barito Kuala Zualfie mengatakan, pihaknya memberikan kemudahan kepada tiap sekolah untuk meliburkan siswanya. "Sebentar lagi akan memasuki masa ujian, jadi murid kelas VI kalau bisa tetap masuk," kata Zualfie mengimbau.

Di Kecamatan Kuripan warga kini juga sangat takut menghadapi bulan purnama yang diperkirakan jatuh pada 24 April nanti. Pada saat bulan purnama luapan air Sungai Barito setidaknya akan seperti saat ini akibat pasang naik.

Banjir tersebut merupakan limpasan dari berbagai aliran sungai yang mengalir dari Kalimantan Tengah, terutama Sungai Barito dan juga sungai-sungai di Kabupaten Tanjung serta Kabupaten Hulu Sungai Utara. "Semua air mengalir ke daerah kami," katanya. (THY/AMR)

Post Date : 15 April 2005