|
KUPANG - Hingga Senin (14/2) pagi, jumlah penderita diare di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus bertambah. Jumlah penderita yang ditangani tim medis di Kecamatan Nagawutun bertambah menjadi 105 orang dari sebelumnya hanya 60 orang yang dirawat. Demikian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, dr Jhony Laoh, ketika dihubungi per telepon jarak jauh di Lewoleba, Senin (14/2) pagi. Dijelaskan, para penderita diare tersebut tersebar di tiga desa, yakni Desa Ile Boli (Dusun Atawai dan Lama Lewar), Desa Bala Baja, dan Desa Boto. Bahkan, wabah diare mulai merambah ke Loang. Para korban telah mendapat pertolongan medis dengan pemberian cairan infus untuk menambah cairan ke dalam tu-buh, pemberian obat-obatan antibiotika bagi pasien rawat jalan serta mendapat perhatian dengan observasi ketat. Dikatakan, pasien rawat jalan adalah penderita yang kondisinya cukup baik sehingga bisa menjalani perawatan di luar rumah sakit. Mereka yang rawat jalan masuk kategori pasien dengan status observasi ketat. Maksudnya, pasien ini karena kondisi kesehatannya masih mengkhawatirkan dan tetap berada dalam pengawasan petugas rumah sakit. Status Infus Sedangkan pasien dengan status infus diberikan karena kondisinya yang sangat mengkhawatirkan setelah beberapa kali muntaber. Alternatif pertolongan untuk menyelamatkan nyawa korban, yakni memberi infus agar tidak berakibat fatal atau mengalami kematian. Tercatat empat pasien dengan status infus akhirnya meninggal dunia, diperkirakan karena terlambat memperoleh pertolongan kesehatan. Dia mengakui, masyarakat belum mengerti kalau gejala sakit perut dan muntah-muntah yang dialaminya telah menjurus kepada wabah yang mematikan, jika terlambat mendapat pertolongan secara medis. Umumnya, pertolongan yang diberikan masih bersifat tradisional dan tidak menjamin keselamatan korban. Itulah sebabnya, pasien baru dibawa ke puskesmas atau balai pengobatan, justru setelah kondisinya memasuki tahap kritis. Data yang diperoleh Pembaruan dari Pemerintah Provinsi NTT menyebutkan, wabah diare yang mengganas sejak November 2004 lalu menyebabkan korban meninggal dunia mencapai 39 orang. Korban meninggal terbanyak di Kabupaten Flores Timur mencapai 20 orang, Sikka (6), Manggarai Barat (3), Belu (2), Kabupaten Kupang (3) dan Kota Kupang (5). Sementara itu, jumlah kasus diare di Flores Timur mencapai 1.550 kasus, namun jumlah yang meninggal dunia berhasil ditekan. Hasil uji laboratorium di Kupang dan Jakarta menyebutkan, korban terserang penyakit diare akibat mengkonsumsi air yang tercemar bakteri ecoli pathogen. Di samping itu, akibat kebiasaan masyarakat pedesaan yang suka mengkonsumsi air mentah dan minimnya sanitasi lingkungan.(120) Post Date : 14 Februari 2005 |