Sampah berserak di RW 06 Kelurahan Sumur Batu, Kemayoran, menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, itu dulu. Pemandangan sekarang berubah sejak jumilah beraksi di RW itu saban Jumat sore. Tidak tanggung-tanggung, ada 22 orang jumilah di sana. Jumilah memang ampuh membersihkan lingkungan di RW itu.
Jumilah di RW 06 memang berbeda. Mereka lahir dari Soemarno, Ketua RW 06. Lho?
Ah, kiranya jumilah itu akronim dari juru pemilah sampah. Walaupun Soemarno mengakui ada kenangan masa lalu yang membuatnya memunculkan kata ”jumilah”, niatnya benar-benar ingin membuat lingkungan menjadi bersih.
”Selama ini, orang cuek dengan sampah. Kepedulian akan kebersihan lingkungan di sini masih rendah. Saya ingin mengubah pola pikir warga dari tidak peduli sampah menjadi peduli,” papar Soemarno yang sejak tahun 2004 pensiun dari Seksi Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Ketidakpedulian akan sampah membuat lingkungan di RW ini sangat kotor. Anak-anak membuang sampah ke jalan merupakan kejadian biasa. Sementara orang juga enggan memungut sampah di jalan.
Berangkat dari kondisi serupa itu, Soemarno mengkreasikan sebuah gerakan untuk membersihkan sampah di tempat umum. Di situ, dia mencetuskan jumilah.
Sebagai kader awal, Soemarno memilih dua orang di setiap RT. Dengan 11 RT di RW 06, Soemarno mempunyai 22 jumilah. Dia juga memodali pakaian seragam berupa kaus berwarna oranye dengan strip hitam. Tidak hanya itu, Soemarno juga menciptakan mars jumilah yang dinyanyikan sebelum para kader mulai bekerja, sekaligus untuk memompa semangat para jumilah.
Tanggal 30 November 2008, jumilah yang dilahirkan Soemarno itu diresmikan Wali Kota Jakarta Pusat. Mulai saat itu, 22 jumilah membersihkan sampah di jalan-jalan umum RW 06.
Awalnya, hanya jumilah yang turun tangan membersihkan sampah di ruang publik. Mereka memilah sampah berupa botol plastik dan kertas, sampah yang mudah membusuk, serta sampah lain yang tidak termasuk dalam jenis sampah tersebut.
Sampah-sampah plastik dan kertas disatukan untuk dijual kiloan, sedangkan sampah yang mudah membusuk dikumpulkan di dua tong besar dan diolah menjadi kompos.
Sampah yang tidak termasuk dalam jenis sampah itu diangkut petugas kebersihan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah.
Ubah pola pikir
Lama-kelamaan, pemilahan sampah yang dikerjakan jumilah ini menular juga kepada setiap warga RW. Sampah berupa botol plastik dan kertas dikumpulkan di satu karung.
Hari Jumat (21/5), misalnya, Bu Mimin sudah mengumpulkan dua karung besar berisi botol-botol dan gelas plastik bekas air kemasan. Sampah inilah yang kemudian diangkut jumilah pada Jumat sore dan dijual kepada pedagang barang bekas.
”Setiap minggu terkumpul 20-25 kilogram sampah plastik. Setelah dijual, uang yang terkumpul Rp 40.000 sampai Rp 50.000 per minggu,” ucap Soemarno. Hingga kini, uang itu belum digunakan dan masih terkumpul dalam kas jumilah.
Kehadiran jumilah juga mulai dinantikan. Bila jumilah di satu RT absen barang seminggu, warga langsung menanyakan ketidakhadiran jumilah lantaran sampah yang dikumpulkan sudah menggunung. Sampah yang mudah membusuk juga sudah berkali-kali menghasilkan pupuk kompos. Tetapi, jumlah pupuk yang dihasilkan belum terlampau banyak sehingga masih digunakan untuk kebutuhan internal di RW 06. Dalam tiga bulan, satu tempat pengolahan kompos bisa menghasilkan pupuk untuk sekitar 50 pot bunga.
Dengan berbagai kegiatan kebersihan, jumilah di RW 06 ini bukan sekadar seremonial yang ”sekadar ada” saja. ”Barangkali karena jumilah lahir dari RW 06 dan dilahirkan untuk menjaga kebersihan di lingkungan ini bersama-sama, maka kebersihan bisa terwujud. Warga merasa membutuhkan,” ujar Soemarno yang dipercaya sebagai Ketua RW 06 sejak tahun 1983.
Selain menjaga kebersihan setempat, warga RW 06 juga bisa mengurangi sampah yang dibuang begitu saja ke TPA. Soemarno mengatakan, pengurangan sampah yang diangkut tukang sampah mencapai 40 persen.
Barangkali kelahiran jumilah secara alami dari tiap daerah menjadi kunci penting keberhasilan sebuah program. Berbeda jika program itu top-down, biasanya menjadi macet di tengah jalan. (ART)
Post Date : 22 Mei 2010
|