Jebolnya Tanggul Kami

Sumber:Suara Publik - 31 Desember 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Memasuki pekan ketiga Desember 2007, genangan air akibat laut pasang di kawasan Muara Baru mulai menyurut. Ketinggian air di Jalan Raya Muara Baru menuju Kelurahan Penjaringan tinggal 30 sentimeter. Tepat sebulan sebelumnya, gelombang pasang datang dengan ketinggian air mencapai 190 sampai 220 sentimeter. Kepada Marwan Azis dari Suara Publik, Ketua RT 20 RW 17 Ahmad Fauzi menuturkan pengalaman warga Muara Baru bergotong-royong membangun tanggul darurat.

Air laut pasang mulai masuk ke wilayah RW 17 Muara Baru sejak 24 November dengan skala kecil. Namun sehari kemudian, gelombang air laut makin besar dan menyebabkan dua rumah roboh. Hari berikutnya, 26 November 2007, gelombang pasang lebih besar menyebabkan tanggul air jebol sepanjang 16 meter. Kami disini menyebutnya tsunami kecil. Semua warga panik melihat kejadian itu, karena baru pertama kalinya terjadi. Arus sangat besar dan sangat deras," ujar Fauzi.

Dalam lima hari berikutnya, gelombang pasang benar-benar membuat warga kalang kabut. Tanggul penahan air dekat pemukiman warga kembali jebol sepanjang 14 meter. Jadi banjir disini terjadi sampai lima hari berturut-turut sejak 26 November saat tanggul jebol sepanjang 16 meter", tutur Fauzi. Pada malam itu juga tanggul diperbaiki warga dengan bantuan pegawai Dinas Pekerjaan Umum DKI berupa pemasangan batu beronjong sepanjang 20 meter.

Kami masyarakat bergotong royong menyusun batu, malam itu selesai. Namun besoknya sekitar jam 8 pagi, gelombang pasang datang lagi dan menjebol tanggul yang baru diperbaiki sepanjang 14 meter dari jarak 5 meter yang sudah diperbaiki, kata Fauzi. Gempuran baru air laut itu kontan merendam perumahan warga dan menghanyutkan lagi beberapa rumah warga.

Sebagai Ketua RT, saat itu Fauzi meminta warga mengungsi untuk sementara waktu agar tidak jatuh korban jiwa. Sejak itu, warga saling membantu mengungsikan barang-barang, wanita, orang tua dan anak-anak ke pos pengungsian di kelurahan atau di rumah saudaranya yang lebih aman. Sedangkan warga lain yang masih bertahan berusaha kembali memperbaiki tanggul secara gotong-royong.Kerja keras warga memperbaiki tanggul itu sempat dibantu seorang paranormal. Malam hari setelah mengungsikan barang-barang, warga kembali membuat barikade batu dan karung pasir. Saat itu ada ibu Dewi (paranormal) yang masuk dan mengadakan ritual disini. Tujuannya untuk menjauhkan musibah dari sini. Alhamdullilah, tak lama kemudian arus air mulai berkurang meskipun air masih tetap tinggi. Terserah anda, percaya atau tidak, ujar Fauzi kepada Suara Publik.

Ahmad Fauzi menuturkan, kerja sama warga dan aparat Departemen Pekerjaan Umum (DPU) terus berlanjut sampai sekarang, terutama untuk meninggikan tanggul. Beruntung ada bantuan 9 truk bahan baku dari Departemen Pekerjaan Umum Pusat berisi 5000 karung pasir. Semua material itu sekarang sudah ditata diatas tanggul. "Alhamdullilah tempat kita sekarang ini sementara aman dari banjir, meskipun masih ada rembes-rembesan."

Fauzi menambahkan, RT 20 RW 17 merupakan kawasan yang paling terparah terkena banjir air laut pasang, karena letaknnya langsung berhadapan dengan laut. "Tempat kami hanya dibatasi tanggul, sementara jarak rumah dengan tanggul hanya sekitar 4 meter".

Naiknya air laut ini bagi warga Muara Baru merupakan peristiwa langka. Waktu itu para pelaut di Tanjung Priuk mengatakan ketinggian air laut sudah mencapai 120 sentimeter dari ketinggian normal. Jadi hari Senin semua tanggul terlewati air. Ini belum pernah terjadi sebelumnya," ungkap Fauzi. Saat ditanya mengenai penyebab air pasang, Fausi mengaku kurang paham. Tapi ia sempat mengakui itu mungkin berkaitan dengan kegiatan reklamasi dan pembangunan wilayah pantai. "Saya nggak ngerti soal itu. Tapi menurut informasi orang, ini disebabkan oleh pemanasan global sehingga air laut meningkat karena tumpukan es dikutub utara sudah mencair, ujarnya.Dampak gelombang pasang itu menyebabkan ratusan rumah warga terendam. Khusus di wilayah RT 20 RW 17 Kelurahan Penjaringan, sedikitnya 5 rumah hancur dan hilang terbawa arus atau rata dengan tanah. Sementara 14 rumah rusak berat, temboknya jebol.

Pasca banjir, warga terutama anak-anak mulai terjangkit penyakit seperti muntaber, panas dan batuk. Ahmad Fauzi mengharapkan pemerintah segera merealisasikan perbaikan tanggul yang lebih permanen. Menurutnya secara ukuran teknis bangunan tanggul sudah melampui teknis. Sebab saya tinggal disini sudah 20 tahun, tanggul itu belum pernah diperbaiki. Kalau secara umur teknis bangunan itu, mungkin itu sudah melampaui daya tahannya," kata Fauzi.

Pendapat serupa diugkapkan Dulkadi, warga Muara Karang, Jakarta Utara yang rumahnya sempat terendam air pasang. "Yang paling dibutuhkan warga saat ini ialah perbaikan dan pembangunan tanggul secara permanen." Karena tanggul hasil gotong royong warga yang terbuat dari karung pasir ini hanya bersifat sementara dan kekuatanya hanya bertahan 1-2 bulan. Di wilayahnya, pembuatan tanggul karung pasir ini merupakan swadaya warga dan bantuan PLN Muara Karang," ujar Dulkadi menutup wawancara dengan Suara Publik (MAZ/EM).



Post Date : 31 Desember 2007