Jawa Tengah Terancam Krisis Air Bersih

Sumber:Koran Tempo - 26 Mei 2010
Kategori:Air Minum

SEMARANG - Pakar lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, Sudharto P. Hadi, mengatakan tanda-tanda akan ancaman krisis air bersih telah terjadi di Jawa Tengah.

Tanda itu di antaranya tercemarnya aliran sungai yang 70 persen di atas ambang batas, terutama di aliran sungai yang dekat dengan kawasan industri. Di daerah pesisir juga terjadi intrusi atau masuknya air laut ke darat, sehingga mencemari air tawar.

Tanda-tanda lainnya adalah terdapat 25 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang rawan akan bencana banjir. Itu berarti, sistem resapan airnya tidak berjalan dengan baik.

Satu hal yang memperparah ancaman krisis air itu adalah penggunaan air bawah tanah yang tak terkendali. "Jika hal ini dibiarkan, 10-15 tahun mendatang, ancamannya makin mengerikan," ujar Sudharto dalam sarasehan "Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Sumber Air dan Lingkungan Hidup Menuju Jawa Tengah Sejahtera" di Semarang kemarin.

Untuk mengantisipasi ancaman yang lebih serius, dia melanjutkan, harus dibangun kesadaran bersama akan pentingnya menjaga kelangsungan sumber daya air, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pemerintah, kata Sudharto, harus mengeluarkan regulasi yang memaksa masyarakat menjaga kelestarian lingkungan dengan menjaga keseimbangan lingkungan. Misalnya, mewajibkan masyarakat membuat sumur resapan dan penghijauan, serta harus memperketat izin eksploitasi air bawah tanah.

Dia menyesalkan sikap hampir seluruh pemerintah daerah, yang menjadikan izin eksploitasi air bawah tanah sebagai upaya meningkatkan pendapatan daerah. "Seharusnya izin eksploitasi itu digunakan untuk menekan potensi kerusakan lingkungan," dia menandaskan.

Ketua Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia Jawa Tengah Hasan Aoni Aziz sepakat bahwa penggunaan air bawah tanah harus dikurangi. Hanya, menurut dia, pemerintah harus menjamin ketersediaan dan kualitas air permukaan (sungai, embung, dan waduk). "Yang terjadi saat ini, kualitas air permukaan sangat jelek, dan pada musim kemarau kering," ujarnya.

Kondisi itu, dia melanjutkan, mengakibatkan sebagian perusahaan daerah air minum terpaksa menggunakan air bawah tanah sebagai sumber air baku. Selain ketersediaannya masih mencukupi, biaya produksinya lebih murah.

Sebab, bila menggunakan air permukaan yang kotor, biaya produksi untuk menjadikan air tersebut layak konsumsi lebih mahal. "Kami masih berupaya menggunakan air permukaan, namun dengan biaya ekonomis," Hasan menambahkan.

Kepala Bidang Jaringan Pemanfaatan Air Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juwana, Widiarto, mengatakan potensi air di Jawa Tengah setiap tahun mencapai 73.155 juta meter kubik. "Dari potensi tersebut, 48.028 juta meter kubik di antaranya belum dimanfaatkan," ujarnya. SOHIRIN



Post Date : 26 Mei 2010