|
BEKASI -- Perusahaan Jasa Tirta II Seksi Saluran Tarum Barat kewalahan menertibkan pembuang limbah beracun ke saluran Tarum Barat. "Kami tidak tahu lagi bagaimana menindaknya," kata kepala seksi saluran itu, Sumardi, kepada Tempo di kantornya kemarin. Sumardi mengatakan mereka sudah melayangkan surat peringatan melalui kelurahan dan kecamatan setempat. Tapi surat itu tak diindahkan warga. Sumardi mengatakan hasil pemantauan mereka memperlihatkan saluran itu begitu kotor. Warga yang mempunyai bisnis mengumpulkan barang bekas, seperti plastik pembungkus zat kimia, biasanya mencuci seenaknya di saluran. Belum lagi ratusan jamban liar yang dibangun di atas saluran air mulai Kabupaten Bekasi sampai Karawang. Industri-industri yang berdiri di hulu Sungai Cileungsi, yang bertemu dengan saluran Tarum di Bendungan Bekasi, juga ikut menyumbangkan limbah beracun yang dibuang sembarangan. Limbah-limbah beracun itulah yang telah menyebabkan ikan-ikan mati atau mabuk di saluran pada awal pekan ini. Perusahaan Daerah Air Minum Bekasi pun terpaksa menghentikan pengolahan air minum yang berasal dari saluran itu. Mulai Selasa lalu pengolahan air minum sudah normal kembali. Tapi Perusahaan Daerah Air Minum Bekasi masih meragukan kualitas air baku itu. "Kualitas airnya patut dipertanyakan," kata juru bicara perusahaan itu, Komarudin Rachmat. Komarudin mengatakan kasus kematian ikan terjadi saban tahun. Itulah indikasi tingginya tingkat pencemaran. Masalahnya, kata dia, Jasa Tirta, yang memantau debit air dan kualitasnya, tak bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan. Meski kualitasnya diragukan, air yang dikelola Jasa Tirta itu tetap dibeli Rp 100 per meter kubik. Dari olahan air baku Tarum Barat tersebut, Perusahaan Daerah Air Minum menyuplai 110 ribu pelanggan di Kota dan Kabupaten Bekasi. Menurut Komarudin, warga tak perlu khawatir mengkonsumsi air minum tersebut karena telah dijernihkan dan disterilkan dari bakteri. Namun, bila bisa memilih, perusahaan itu mendambakan air baku dalam keadaan jernih. "Semakin jernih, semakin sedikit ongkos produksi yang akan dikeluarkan," kata Komarudin. SISWANTO Post Date : 16 November 2006 |